Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia saat ini dinilai tengah mengalami defisit tenaga kerja berkualitas meski berada dalam fase bonus demografi. Tagar #KaburAjaDulu” dalam beberapa waktu belakangan ini mengemuka di media sosial. Tagar #KaburAjaDulu merupakan ungkapan kekecewaan WNI terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan keadilan di dalam negeri yang dianggap semakin carut-marut–termasuk soal pemangkasan anggaran. Fenomena “brain drain” kini seolah membayangi Indonesia.
Berbagai faktor disebut-sebut menjadi biang masalahnya. Mulai dari peluang karier di luar negeri yang lebih menjanjikan, apresiasi yang lebih baik terhadap profesi tertentu hingga kondisi sosial-politik di dalam negeri menjadi alasan utama sejumlah warga negara Indonesia memutuskan mencari penghidupan di negeri orang. Kabarnya, di beberapa negara, mereka menemukan lingkungan yang lebih mendukung untuk berkembang, baik dari segi ekonomi, fasilitas publik maupun pengakuan terhadap keahlian yang dimiliki.
Merujuk pada pemberitaan Kompas (17/02), fenomena ini juga mencerminkan kegelisahan yang dirasakan sebagian masyarakat terhadap kondisi di Indonesia. Mulai dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, pengelolaan pajak, hingga kurangnya dukungan bagi sektor-sektor tertentu, seperti seni dan budaya mendorong mereka untuk merantau dan membangun karier di luar negeri.
Lalu, apa saja sebenarnya hal-hal yang memicu fenomena “brain drain”? Bagaimana mengatasinya? Apa saja kondisi yang secara khusus perlu kita benahi agar talenta-talenta terbaik bangsa tak memilih mencari “penghidupan” di negara lain? Apa sesungguhnya yang masih belum dilakukan negara untuk para talent-talent terbaiknya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Akademisi/Dosen STF Driyarkara dan Anggota Kehormatan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Yanuar Nugroho, PhD dan Rektor Universitas Airlangga Surabaya, Prof. Mohammad Nasih. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: