Menyoroti Sikap PDIP yang Memilih Menjadi ‘Mitra Strategis’ Pemerintahan Prabowo Subianto

photo/istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam perayaan hari ulang tahun ke-52 PDI Perjuangan, Jumat (10/01) lalu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menitipkan pesan kepada semua kadernya agar menjaga pemerintahan Prabowo Subianto dengan baik. Bahkan, politikus senior PDI Perjuangan, Pramono Anung, menyebut, partainya akan menjadi mitra strategis pemerintahan Prabowo. Meski demikian, para kader diminta tetap menjalankan fungsi-fungsi pengawasan atau checks and balances secara optimal di DPR RI.

Pilihan sikap PDI Perjuangan untuk menjadi mitra strategis pemerintahan Prabowo Subianto dinilai sebagian kalangan akan menjadi kabar buruk bagi demokrasi di Indonesia. Sebab, hal itu berarti suara-suara kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintahan akan jarang didengar atau nyaris hilang. Padahal, aspirasi atau kritik adalah bahan bakar demokrasi.

Selain itu, sikap partai ‘berlambang banteng moncong putih’ itu jutru dinilai akan merugikan PDI Perjuangan. Sebab, akan semakin kesulitan mengapitalisasi kelompok-kelompok yang kecewa dengan penguasa saat ini.

Lalu, apa persisnya yang dimaksud dengan ‘kerja sama strategis’ yang disebut PDI Perjuangan terhadap Pemerintah? Benarkah sikap politik PDI Perjuangan itu berarti ‘kiamat’ bagi demokrasi terutama mematikan kontrol atas kekuasaan dan kekritisan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia dan Ray Rangkuti (Aktivis Reformasi/ Direktur eksekutif Lingkar Madani (LIMA)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News