Bagaimana Mengatasi Persoalan SDM & Birokrasi untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa?

Semarang, Idola 92.6 FM – Beberapa waktu lalu, orang-orang super kaya, yang juga para pemimpin teknologi datang ke Indonesia. Mereka enjoy menikmati suasana dan makan-makanan khas Indonesia. Elon Musk menikmati permen yang diproduksi di Indonesia-Kopiko, Tim Cook dari Apple makan sate di Senayan serta Jensen Huang dari Nvidia yang menyantap sate di pinggir jalan sambil diwawancarai seorang jurnalis. Aksi mereka pun viral dan menjadi pusat perhatian netizen.

Tetapi yang lebih kita inginkan dari kedatangan mereka  sesungguhnya bukan semata makan. Tetapi, sebetulnya kita berharap, mereka berinvestasi jutaan US Dollar ke Indonesia. Namun sayangnya,  hal itu tidak terjadi. Malah, investasi mereka justru mengalir ke negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Kabarnya, ada 3 alasan yang membuat mereka lebih tertarik ke negara tetangga ketimbang berinvestasi di Indonesia.

Pertama, SDM di negara-negara tetangga lebih siap di mana pendidikan mereka difokuskan pada Science, Technology, Engineering, and Mathematics  (STEM). Dengan begitu, SDM negara-negara tetangga akan bisa menarik perusahaan-perusahaan teknologi seperti Apple dan Nvidia.

Kedua, birokrasi di negara tetangga, khabarnya juga lebih simple dibanding dengan negara kita. Sehingga, untuk memulai sebuah perusahaan start-up  bisa lebih mudah. Dan bahkan, ownershipnya pun bisa 100 persen milik mereka sendiri.

Ketiga, infrastruktur di negara-negara tetangga juga lebih baik, siap, dan stabil dibanding dengan kita.

Lalu, benarkah sinyalemen itu? Bagaimana cara kita mengatasi lemahnya daya saing Indonesia ketimbang beberapa negera tetangga? Sudahkah kita memiliki peta jalan untuk mengatasi persoalan ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Yanuar Nugroho, PhD (Akademisi/ Dosen STF Driyarkara) dan Bhima Yudistira Adhinegara (Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News