Semarang, Idola 92.6 FM – Meski sudah diwajiban Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah daerah masih harus dipacu agar mengarusutamakan kebudayaan. Maka, salah satu upaya yang ditempuh Pemerintah adalah menggagas Anugerah Kebudayaan Indonesia.
Seringkali, kebudayaan kadang dipahami secara sempit sebagai seremoni penuh gebyar yang mendatangkan uang. Karena kebudayaan adalah sumber nilai yang perlu terus digali.
Dilansir dari Kompas (23/12/2024), dalam proses penilaian Anugerah Kebudayaan Indonesia Kategori Pemerintah Daerah 2024/, terungkap: bagaimana deretan pencapaian kegiatan kebudayaan dari sejumlah pemda di Indonesia. Jumlahnya bervariasi, tergantung kemampuan anggaran setiap daerah.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya, selama tahun 2023 terdapat 3.099 kegiatan pengembangan budaya, meliputi workshop, kompetisi, pentas, pameran, dan festival. Penyelenggaraan kegiatan pengembangan budaya yang mencapai ribuan ini bisa digelar karena Yogyakarta disokong dengan anggaran Keistimewaan yang besar. Tahun 2023, realisasi anggaran Keistimewaan urusan kebudayaan Yogyakarta mencapai Rp 1,1 triliun.
Di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, gelar kebudayaan rutin dilaksanakan sepanjang tahun. Dari Januari hingga 31 Oktober 2024, setidaknya terdapat 358 pemberitaan terkait kegiatan seni budaya di Kabupaten Kudus.
Anggota tim penilai Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) Kategori Pemda yang sekaligus peneliti BRIN, Prof Siti Zuhro menyampaikan, ada kecenderungan bahwa pengembangan kebudayaan lebih berorientasi ke cuan. Sementara, Pemerintah Daerah yang secara serius melihat kebudayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari civic education atau pendidikan kewargaan/ belum banyak terlihat.
Lalu, bagaimana membangkitkan kesadaran kolektif masyarakat bahwa kebudayaan bukan sekadar tontonan dan cuan, melainkan sumber nilai yang perlu terus digali?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Anggota tim penilai AKI Kategori Pemda sekaligus peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Siti Zuhro. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: