Semarang, Idola 92.6 FM – Semboyan ‘taxation without representation is robbery’ (perpajakan tanpa perwakilan adalah perampokan) di Amerika Serikat dan ‘no taxation without representation’ (tidak ada perpajakan tanpa perwakilan) di Inggris dahulu digemakan di zaman revolusi untuk menuntut tarif pajak yang adil. Maka, semua tarif pajak harus melalui Undang-Undang yang dibahas antara pemerintah dan DPR. Di Indonesia, semangat ini mengejawantah di Pasal 23A UUD 1945.
Demikian disampaikan Yustinus Prastowo dalam X-nya baru-baru ini—merespons rencana penerapan kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025 yang memicu protes publik. Menurut Yustinus, kebijakan tersebut, sudah diatur dalam Undang-Undang No. 7/2021. Artinya, bukan ditetapkan sepihak pemerintah dan juga tidak tiba-tiba. Melainkan, sudah melalui proses deliberatif di lembaga perwakilan rakyat. Bahwa saat ini ada situasi dan kondisi yang berbeda dan patut dipertimbangkan, hal itu juga menjadi aspirasi yang sah.Menurut Yustinus, saat ini, pemerintahan baru dan DPR baru dapat menggunakan kewenangan dan mandat yang ada untuk membahas lagi.
Sebelumnya, menanggapi rencana penerapakan kenaikan tarif PPN 12%, sejumlah warganet menyerukan aksi ‘boikot’ dengan menerapkan frugal living dan mengurangi belanja. Ajakan boikot itu menggema di media sosial X dalam beberapa hari terakhir.
Frugal living adalah gaya hidup yang menekankan kesadaran dalam mengeluarkan uang dan fokus pada prioritas keuangan. Istilah ini secara harfiah berarti “hidup hemat atau irit.”
Lalu, meski gaya hidup hemat memang baik tetapi kalau dilakukan sebagai niat memboikot– apakah tidak malah semakin merugikan perekonomian negara kita? Bagaimana cara mendesak pemerintah agar menunda pelaksanaannya, meski keputusan ini sudah disepakati oleh Pemerintah dan DPR?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti, PhD dan Ketua Umum Affiliasi Global Ritel (AGRA), Roy N. Mandey. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: