Semarang, Idola 92.6 FM – Di tengah polemik dan penolakan sebagian kalangan, rencana kenaikan tarif PPN bakal tetap dijalankan sesuai mandat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Kebijakan PPN 12 persen termaktub dalam Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal—sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan. Tujuannya, untuk mengoptimalkan penerimaan negara—dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.
Atas rencana tersebut, sejumlah pihak terutama pengusaha menyatakan keberatannya. Para Pengurus Asosiasi Ritel misalnya, hampir semua khawatir dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%. Karena di tengah penurunan daya beli masyarakat, kebijakan ini berpotensi menghantam dua sisi sekaligus, yaitu: sisi permintaan dan sisi penawaran.
Lalu, jika kebijakan baru ini mengarah pada kelesuan ekonomi dan menuntut alokasi perlindungan sosial dan insentif bagi pelaku usaha yang lebih besar, maka tidak perlukah pemerintah menimbang ulang?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: