Semarang, Idola 92,6 FM – Menjelang pagi di pertengahan pekan pertama November 2024, kondisi cuaca di wilayah Jawa Tengah sebagian sudah mulai turun hujan.
Salah satunya di Kota Semarang, sejak pagi, matahari seperti enggan menampakkan sinarnya karena tertutup awan.
Mendung yang bergelayut di langit Kota Semarang itu, tidak menyurutkan langkah Iis Milawanti (44) warga Lemah Gempal menuju ke pasar.
Mila, panggilan akrab ibu rumah tangga beranak satu itu sudah biasa berjalan kaki menuju pasar di dekat rumahnya.
Memang bukan pasar tradisional besar, tetapi menyediakan sejumlah komoditas pangan yang dibutuhkan masyarakat sekitar.
Sekitar setengah jam Mila berbelanja, keranjang yang dibawa dari rumah sudah terlihat penuh.
Beberapa sayuran berupa seikat bayam, sayuran olahan sop dan tahu tempe terlihat menyembul di antara belanjaan lainnya.
“Hari ini memang saya belanja sedikit banyak, mas. Kebetulan suami saya pulang dari Jakarta,” kata Mila.
Menurut Mila, beberapa komoditas yang tadi sempat dibelinya itu memang harganya mengalami kenaikan.
Mila menyebut tomat dan cabai-cabaian, harganya naik dari biasanya.
“Tadi kata yang jual, harganya sudah naik dari sananya. Mungkin bisa jadi pasokan tidak banyak ya, mas,” tanya Mila.
Sebagai ibu rumah tangga, kenaikan harga komoditas pangan memang pasti memberi pengaruh terhadap pos anggaran belanja.
“Saya jadi berhemat kalau mau beli, mas. Salah satu cara, mengurangi jumlah yang harus dibeli dari biasanya,” keluh Mila.
Menurut Mila, pagi ini dirinya berbelanja habis Rp200 ribu dan beberapa sayuran telah terbeli.
Namun, uang belanja Rp200 ribu itu dirinya hanya mampu membeli ayam setengah ekor saja.
”Biasanya, Rp200 ribu itu dapat belanjaan sayuran komplit sama ayam satu ekor. Katanya harga daging ayam lagi mahal,” imbuhnya.
Ya, keluhan Mila juga mewakili suara hati dari ibu-ibu rumah tangga lainnya ketika mendapati kenaikan harga komoditas pangan di pasar.
Sebab, apabila kenaikan harga tidak terkendali itu membuat daya beli masyarakat turun.
Hal itu, tentu saja memberi pengaruh besar terhadap perekonomian suatu daerah.
Oleh karena itu, menyikapi adanya kenaikan harga atau penurunan harga suatu komoditas tertentu maka Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jateng bergerak di lapangan.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng Rahmat Dwisaputra menyatakan, pihaknya setiap pekan terus melakukan pemantauan harga komoditas pangan maupun ketersediaan pasokan di tengah masyarakat.
“Bank Indonesia yang tergabung dalam TPID Jateng juga langsung bergerak, mana kala ada kenaikan atau penurunan harga komoditas di lapangan,” ucap Rahmat.
Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, guna mengendalikan harga komoditas pangan itu pihaknya juga bekerja sama dengan pemerintah daerah membuka toko pengendali inflasi.
Beberapa toko pengendali inflasi yang sudah tersedia ada di Kota Semarang, Kabupaten Magelang dan beberapa daerah lain.
“Toko pengendali inflasi itu kita sediakan, agar ketika ada kenaikan harga bisa langsung melakukan intervensi,” jelas Rahmat.
Upaya lain yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng adalah menjalin kerja sama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng.
Tidak hanya membantu masyarakat mendapatkan harga terjangkau, tetapi juga menolong petani saat harga panen jatuh.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng Supriyanto menjelaskan, pihaknya bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng beberapa kali melaksanakan pasar murah komoditas pangan yang dijual Rp10 ribu untuk paket sayuran.
“Kami dan Bank Indonesia yang membeli paket sayur berisi sekilo beraneka macam. Paket itu kemudian dibeli masyarakat dengan harga Rp10 ribu per paketnya,” ujar Supriyanto.
Lebih lanjut Supriyanto menjelaskan, pihaknya juga membagikan paket cabai kering kepada masyarakat guna mengatasi kenaikan harga cabai di pasaran.
Sementara itu, Pj Gubernur Nana Sudjana menyatakan dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga daya beli masyarakat itu dibutuhkan kerja sama dari semua pihak.
Sebab, campur tangan dari pemerintah dibutuhkan guna mengendalikan laju inflasi.
Menurut Nana, seluruh bupati/wali kota yang ada di Jateng juga telah diinstruksikan untuk menjaga laju inflasi.
”Sampai saat ini, pengendalian inflasi di Jawa Tengah dalam kategori baik dan masih di bawah rata-rata nasional,” jelas Nana di suatu kesempatan.
Lebih lanjut Nana menjelaskan, inflasi Jateng harus terus dijaga pada jangkauan yang telah ditetapkan di rentang 2,5±1 persen.
”Yang biasanya menyumbang inflasi itu masih dari makanan. Jadi, ini yang perlu kita jaga,” lanjutnya.
Diketahui BPS Jateng mencatat pada Oktober 2024, provinsi ini mengalami inflasi sebesar 0,19 persen dan dari Januari sampai Oktober 2024 laju inflasi mencapai 1,60 persen. (Bud)