Bagaimana Mendorong Rasa Ingin Tahu di Zaman Kelimpahan Informasi ini?

ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Di era digital ini, kita seolah bisa berlayar di lautan informasi tanpa batas. Jemari kita tak henti menggeser layar, mata kita terus menyapu konten demi konten. Budaya scrolling kini telah menjadi ritual harian.

Demikian ilustrasi gambaran sehari-hari manusia di era kiwari yang ditulis oleh Arif Perdana, Direktur Action Lab, Indonesia; Dosen Fakultas Teknologi Informasi, Monash University, dalam opini di Kompas (11/11) berjudul โ€œMenyelamatkan Akal Sehat di Era Digital.โ€

Dalam opini tersebut, Arif menyebut, konten online memberi kita akses ke dunia pengetahuan yang luas dan beragam. Namun, di balik kemewahan informasi ini tersembunyi sebuah paradoks yang menantang: apakah kekayaan informasi ini membawa berkah atau justru menjadi kutukan?

Di satu sisi, Arif mempertanyakan, kita memiliki kekuatan untuk menjelajahi berbagai perspektif dan ide-ide baru dengan sekali sentuh. Dunia pengetahuan terbentang luas di depan mata, menjanjikan demokratisasi informasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, di sisi lain, kita terancam tenggelam dalam arus deras informasi yang tak terbendung di mana kebenaran dan kebohongan bercampur tanpa batas yang jelas.

Dalam opininya, Arif menyitir Martin Gurri dalam bukunya, The Revolt of the Public and the Crisis of Authority in the New Millennium tahun 2014 menggambarkan bagaimana internet telah mengubah dinamika otoritas dan kepercayaan. Era digital telah menciptakan situasi, di mana setiap orang dapat menantang pendapat dan keputusan otoritatif yang berdampak pada menurunnya kepercayaan terhadap institusi dan otoritas tradisional.

Lalu, bagaimana mendorong rasa ingin tahu di zaman kelimpahan informasi ini? Di pihak lain, bagaimana cara membangun critical thinking untuk memilah dis-informasi?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Iwan Pranoto (Pengamat pendidikan/ Dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB)) dan Prof Ridwan Sanjaya (Mantan rektor/ Guru Besar Sistem Informasi Soegijapanata Catholic University).ย (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News