Semarang, Radio Idola 92,6 FM – Pemerintah daerah didorong untuk melakukan pemetaan penggunaan LPG 3kg di sektor pertanian. Hal ini seiring dengan semakin meningkatnya penggunaan LPG 3kg khususnya untuk pompa pengairan sawah.
Pengamat Ekomomi Universitas Negeri Semarang, Bayu Bagas Hapsoro mengatakan, pemetaan dilakukan agar alokasi LPG subsidi untuk sektor pertanian tepat sasaran. Ini mudah dilakukan dengan melihat data penjualan atau data distribusi LPG di wilayah kantong-kantong pertanian yang ada di Jawa Tengah.
“Ya tentu saja itu harus didalami dengan lebih detail penggunaan LPG di kantong-kantong pertanian atau kantong produksi pertanian. Perlu ada survei lebih lanjut ya, bagaimana memakai LPG itu, apakah dia memang menggunakan LPG itu untuk konsumsi atau untuk produksi di sektor pertanian,” katanya.
Menurutnya, penggunaan LPG subsidi di sektor pertanian merupakan salah satu upaya untuk menekan biaya produksi . Dengan demikian, harga kebutuhan pokok masyarakat akan menjadi lebih murah dan terkendali.
“Terlepas dari semua aturan, maka secara umum adalah tugas negara untuk menjamin ketersediaan ketahanan pangan bagi warga negara. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu dengan menjaga agar biaya produksi, khususnya untuk sektor pertanian dapat lebih rendah, sehingga harga jual yang kemudian menjadi dasar harga kebutuhan pokok masyarakat bisa lebih terkendali,” ungkap Bayu.
Seperti diketahui, pada Perpres Nomor 38/2019 jo. Perpres Nomor 71/2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Penangkap Ikan Bagi Nelayan Sasaran dan Mesin Pompa Air Bagi Petani Sasaran, sudah jelas disebutkan jika petani sasaran sendiri adalah orang yang memiliki lahan pertanian paling luas 0,5 hektar, kecuali untuk transmigran, yang memiliki lahan pertanian paling luas 2 hektar, dan melakukan sendiri usaha tani tanaman pangan atau hortikultura serta memiliki mesin pompa air dengan daya paling besar 6,5 Horse Power.
Bayu menjelaskan, untuk penggunaan LPG subsidi disektor pertanian tetap harus dilakukan pengawasan sesuai dengan peruntukkannnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat standar acuan penggunaan LPG subsidi secara wajar.
“Ini secara umum kan memang digunakan untuk kepentingan sektor pertanian. Ada semacam pemakaian kewajaran yang digunakan sebagai standar acuan. Ya misalnya sebut saja angka kewajaran berapa penggunaan LPG 3 kg yang digunakan untuk membantu proses produksi. Itu kan akan muncul dan bisa saja pemerintah memberikan semacam ‘early warning system’ begitu ketika ada pemakaian yang tidak wajar,” jelasnya.
Terpisah, Asisten Ekonomi Pembangunan Sekda Provinsi Jateng, Sudjarwanto Dwiatmoko menyebut, pengguna LPG subsidi di sektor pertanian tidak ada masalah. Hal ini sesuai dengan ketentuan bahwa mereka yang berhak mengkonsumsi LPG subsidi adalah rumah tangga, UMKM, petani dan nelayan sasaran.
“Kalau kemarin kan konsumsi di pertanian juga ya itu kan sudah diatur oleh Permen SDM, bahwa alokasi gas untuk kepentingan pertanian dan juga untuk kepentingan nelayan kecil,” ujar Sujarwanto.
Sudjarwanto menambahkan, sejauh ini belum ada lonjakan berarti terkait dengan konsumsi LPG subsidi di Jawa Tengah. Biasanya, kenaikan nanti akan terlihat jelang akhir tahun, dimana terdapat sejumlah kegiatan besar, diantaranya musim tanam, aktivitas perikanan, Natal dan tahun baru.
“Sekarang belum terjadi over. Tapi nanti menghitung sampai proyeksi kebutuhan akhir tahun biasanya akan ada peningkatan aktifitas pengolahan di sawah, ada kegiatan perikanan, juga akan ada perayaan Natal dan Tahun Baru,” tukas Sujarwanto
Sementara, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Supriyanto mengatakan, pihaknya hingga kini belum melakukan pemetaan terkait dengan penggunaan LPG 3kg di sektor pertanian. Menurutnya, hal tersebut dikarenakan dinas pertanian tidak memiliki tugas dan fungsi di sektor energi.
“Belum. Kami tidak punya TUPOKSI (tugas pokok dan fungsi) energi,” tegas Supriyanto, melalui pesan singkatnya.