Bagaimana Memutus “Circle of Failure” di Bidang Riset?

ilustrasi
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Riset di perguruan tinggi berpotensi menjadi inovasi dan solusi berbagai masalah bangsa. Namun, pemanfaatan atau hilirisasi riset yang masif membutuhkan kolaborasi antara perguruan tinggi dengan dunia usaha serta industri milik pemerintah dan swasta, kementerian/lembaga, juga pemerintah daerah.

Hal itu dikemukakan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tjitjik Sri Tjahjandarie. Menurutnya, sejak tahun 2020, program Kedaireka yang bertujuan mendukung hilirisasi riset perguruan tinggi diluncurkan. Ada ratusan produk inovatif hasil kolaborasi yang bisa dihilirisasi dan dimanfaatkan masyarakat.

Perguruan tinggi, berpotensi menawarkan riset dan inovasi yang dapat memecahkan berbagai masalah di masyarakat. Salah satunya, masalah stunting.

Bisa dikatakan, inovasi memerlukan riset; riset sendiri membutuhkan biaya; sehingga, kalau tidak ada biaya, maka riset akan macet dan inovasi pun tidak akan pernah terjadi.

Lalu, bagaimana cara memutus ‘circle of failure’ di bidang riset ini? Bagaimana dan siapa yang mesti mendanai kegiatan riset di Indonesia mengingat perannya sebagai leverage bagi perekonomian bangsa?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro (Ilmuwan, Guru Besar Emeritus ITB, dan Dirjen dikti 1999-2007) dan Ir Bambang Pramujati ST MScEng PhD (Rektor ITS Surabaya). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Artikel sebelumnyaKapal PG-1 Jadi Kebanggaan PIS Angkut Elpiji Bagi Negeri
Artikel selanjutnyaMenyorot Polemik Ekspor Pasir di Ujung Jabatan Presiden Jokowi: Mestikah Ditunda? Atau malah Dibatalkan?