Kapal PG-1 Jadi Kebanggaan PIS Angkut Elpiji Bagi Negeri

VP of Fleet Performance & Crewing Management PIS Dewi Susanti (kanan) menjelaskan kepada wartawan terkait Kecanggihan dari kapal Pertamina Gas 1 yang menjadi keandalan pengangkutan gas elpiji.
Ikuti Kami di Google News

Banten, Idola 92,6 FM – Kapal Pertamina Gas 1 (PG-1) milik Pertamina International Shipping (PIS), berhasil melakukan pengangkutan 45 ribu metrik ton elpiji.

Saat ini, PG-1, menjadi andalan bagi PIS dan meraih berbagai prestasi.

VP of Fleet Performance & Crewing Management PIS Dewi Susanti mengatakan PG-1 merupakan kapal pertama berjenis Very Large Gas Carrier (VLGC), yang dimiliki Pertamina dan diproduksi di Korea Selatan serta mulai beroperasi pada 2013 silam. Hal itu dikatakan saat ditemui di kantor Pertamina Energy Terminal di Tanjung Sekong, Banten, kemarin.

Menurutnya, PG-1 sejak 2015 telah melayani rute pelayaran internasional hingga berhasil memenuhi persyaratan US Coast Guard pada 2021 lalu.

Dewi menjelaskan, jam terbang PG-1 sudah cukup tinggi dan terbukti PG-1 telah menyelesaikan 84 perjalanan termasuk perjalanan terbaru yang memakan waktu sekira tiga bulan.

Menurutnya, salah satu fungsi utama kapal PG-1 mendistribusikan gas ke berbagai lokasi di Indonesia.

“Untuk saat ini kami sudah punya tujuh kapal sejenis, yang empat di antaranya baru dikirim pada tahun 2024. Untuk saat ini, kami punya 101 tanker dengan berbagai ukuran tentunya dan berbagai jenis,” kata Dewi.

Lebih lanjut Dewi menjelaskan, PIS mengoperasikan total 101 kapal tanker yang 20 di antaranya khusus untuk pengangkutan gas.

Dalam beberapa tahun ke depan, PG-1 direncanakan berlayar ke Australia dan Jepang.

“Seiring kemampuan daya angkut yang besar dan kepatuhan terhadap standar internasional, PIS terus berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik bagi Indonesia. Ini juga sekaligus meningkatkan kebanggaan terhadap industri pelayaran dalam negeri,” pungkasnya. (Bud)

Artikel sebelumnyaSiswa SMP 3 Semarang Juarai Olimpiade CPB Rupiah
Artikel selanjutnyaBagaimana Memutus “Circle of Failure” di Bidang Riset?