Merefleksi Sistem Pendidikan di Era Nadiem Makarim, Apa Persisnya Problematika Dunia Pendidikan Kita?

ilustrasi/istimewa
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Kritik terhadap kebijakan pendidikan kembali dialamatkan pada Mendikbud-ristek Nadiem Makarim pada Pemerintahan Presiden Jokowi di periode keduanya. Kali ini, kritik dilontarkan oleh Wakil Presiden Indonesia periode 2014-2019 Jusuf Kalla (JK). JK mengkritik Nadiem Makarim yang mengubah kurikulum pendidikan menjadi merdeka belajar dan menghapus ujian nasional.

Menurut JK, hal itu menjadikan pelajar dan mahasiswa di Indonesia, ‘tamat asal tamat’ tetapi tidak bisa bekerja. Hal itu disampaikan JK dalam acara Diskusi Kelompok Terpumpun dengan tema “Menggugat Kebijakan Anggaran Pendidikan,” baru-baru ini.

JK menyontohkan, tamatan SMK yang tidak terserap di lapangan kerja sesuai dengan bidang keahliannya tetapi banyak yang menjadi caddy golf. Sebanyak 70% dari empat caddy di lapangan golf adalah tamatan SMK. JK mempertanyakan, yang mana yang salah? Ekonomi salah atau pendidikan salah? Menurut JK, dua-duanya salah. Ekonomi tidak berkembang, sehingga mereka yang sekolah SMK tidak ada kerjaan atau mereka tamat asal tamat sehingga tidak bisa bekerja.

Menurut JK, kurikulum pendidikan Indonesia seharusnya tidak mencontoh Finlandia dan Singapura. Mereka penduduknya hanya 5 juta, dengan income per-kapita US$70.000, sedangkan kita penduduknya 280 juta tetapi income per kapitanya US$4.500. Artinya, jaraknya jauh sekali. Dan, di Finlandia, hampir semua fasilitas tersedia.

Lalu, merefleksi sistem pendidikan di Era Mendikbud-ristek Nadiem Makarim: apa persisnya problematika dunia pendidikan kita? Apa dan bagaimana mestinya jalan keluarnya? Sudah adakah blueprint yang akan menjadi acuan dasar bagi pengembangan pendidikan kita di masa depan?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Muhamad Abduh Zein (Praktisi Pendidikan) dan Satriwan Salim (Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya: