Bagaimana Mengatasi Ancaman Persoalan Depopulasi pada 2045 yang Dipicu Angka Total Fertility Rate di Beberapa Kota yang Menurun?

Ilustrasi Angka Total Fertility Rate Menurun
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah mewaspadai ancaman depopulasi pada 2045, seiring terus melambatnya pertambahan jumlah penduduk. Sesuai proyeksi penduduk 2020-2050 yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk usia muda akan terus berkurang.

Survei BPS 2020 mencatat, tingkat kelahiran total Indonesia sebesar 2,1 persen, menurun 0,39 persen selama sepuluh tahun terakhir. Artinya, kita juga mengalami gejala depopulasi seperti Jepang, Korsel, Singapura, dan China, tetapi angkanya masih jauh lebih kecil.

Masih berdasarkan BPS, angka pernikahan di Indonesia terus menurun, setidaknya sejak 2018 hingga sekarang. Tahun 2018 tercatat 2,01 juta pernikahan, menurun jadi 1,96 juta, turun lagi menjadi 1,78 juta pada tahun 2020, turun lagi 1,74 juta pada 2021, dan turun lagi 1,70 juta pada 2022. Sementara, angka kelahiran di 2023 sebesar 2,1 persen, dianggap masih ideal untuk menjaga keseimbangan populasi.

Ini artinya, ketika angka kelahiran total menurun, jumlah penduduk berusia muda (usia produktif) akan menurun pula, sementara jumlah penduduk berusia tua dan lanjut (tidak produktif) malah semakin meningkat.

Dalam konteks nasional, jika situasi itu terjadi, dikhawatirkan komposisinya akan menjadi sejumlah kecil populasi usia produktif akan membiayai jumlah besar populasi yang kurang/ tidak produktif. Oleh karena itu, meskipun belum menjadi ancaman nyata, kita perlu menata peta jalan kebijakan demografi sejak dini.

Lalu, ketika Angka Kelahiran Total/ Total Fertility Rate (FTR) di beberapa kota cenderung turun di bawah 2,1–yang merupakan batas normal. Sehingga, tanpa upaya khusus, akan terjadi de-populasi; Maka, apa rencana BKKBN untuk meningkatkan Angka Kelahiran Total? Adakah studi yang dilakukan untuk memahami “Keengganan” pasangan muda untuk mempunyai anak?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo dan Ekonom/Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya Prof Rahma Gafmi. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News