Bagaimana Menanamkan Pancasila?

Pancasila
Photo/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Pada tiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Peringatan tahun ini mengambil tema “Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045.” Tema peringatan ini mengingatkan bahwa untuk mencapai Indonesia Emas yang maju, mandiri, dan berdaulat, pengamalan nilai-nilai Pancasila harus diperkuat sebagai pondasi yang dapat mempersatukan bangsa tanpa memandang perbedaan.

Namun sayangnya, upaya internalisasi dan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masih belum menggembirakan seperti yang dicita-citakan.

Salah satunya, terlihat dari indikator, rapor iklim kebhinekaan dan indeks karakter siswa untuk semua jenjang pendidikan di semua provinsi masih menjadi catatan bersama untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Selain itu, potensi munculnya konflik-konflik akibat adanya perbedaan di negara yang majemuk ini masih bak “api dalam sekam” yang sewaktu-waktu dapat berkobar menyebabkan ”kebakaran.”

Contohnya, baru-baru ini terjadi keributan antara warga dan sejumlah mahasiswa Katolik Universitas Pamulang di Kampung Poncol, Kelurahan Babakan Setu, Kota Tangerang Selatan, yang diliputi oleh isu kebebasan beragama. Kasus lain, kekerasan yang masih kerap terjadi di lingkungan pendidikan juga memberikan gambaran masih rapuhnya pengamalan Pancasila.

Ini berarti semakin mendesak menumbuhkan dan memperkuat nilai persatuan dan toleransi sejak dini. Komitmen ini perlu mendapat atensi dari semua lapisan masyarakat/ mengingat praktik-praktik yang menyimpang dari nilai-nilai luhur Pancasila masih kerap terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

Lalu, dalam momentum peringatan Hari Lahir Pancasila, bagaimana menanamkan pancasila? Apakah model induktif seperti era Orde Baru dulu sudah tidak memadai? Lalu apa opsi lainnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Dr Suprayogi (Pemerhati dan Dosen Pancasila di Universitas Negeri Semarang dan AKPOL) dan Agus Wahyudi, Ph.D (Kepala Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaPengawas Desa/Kelurahan Harus Kerja Cepat Awasi Pilkada 2024
Artikel selanjutnyaBagaimana Membaca Fatwa MUI tentang Larangan Mengucapkan Selamat pada Agama Lain?