Semarang, Idola 92.6 FM – PDI Perjuangan didesak untuk menginisiasi penghentian proses legislasi terhadap Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (RUU MK). Kritik yang disampaikan melalui hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V tersebut diharapkan bukan sekadar gimik. Sebab, hingga saat ini langkah riil untuk menolak produk legislasi tersebut belum terlihat.
Penolakan PDI Perjuangan terhadap revisi keempat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, terlihat dalam sikap politik partai, hasil Rakernas PDI-P. Sikap politik tersebut dibacakan oleh Ketua DPP PDI-P Puan Maharani dalam penutupan Rakernas PDI-P di Jakarta, Minggu (26/05) lalu. Dari 17 poin sikap politik partai terhadap situasi kekinian, penolakan dimaksud disebutkan dalam poin ketiga.
Isinya, Rakernas V partai, menolak penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan (autocratic legalism) sebagaimana terjadi melalui perubahan UU MK dan perubahan UU Penyiaran.
Lalu, menindaklanjuti sikap politik PDIP yang menolak RUU MK, langkah nyata seperti apa, yang perlu diwujudkan PDI Perjuangan agar tidak sekadar berhenti sebagai gimik?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Pengamat Politik/Dosen FISIP Universitas Indonesia, Aditya Perdana, Ph.D. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: