Paket Reformasi Hukum: Efektifkah Untuk Membenahi Penegakan Hukum Kita?

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo menilai cita-cita Indonesia sebagai negara hukum belum sepenuhnya terwujud. Ketidakpastian hukum masih terjadi dalam praktik penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakat sehari-hari. Hukum masih cenderung tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Jika ini dibiarkan penegak hukum akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Di sisi lain, praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pejabat kita menjadi penyebab layanan publik terganggu. Praktik ini seolah terjadi di semua lini perizinan. Terbukti Selasa malam lalu, tak jauh dari Kantor Kepresidenan Kompleks Istana, disela-sela rapat Kabinet Terbatas membahas paket pertama reformasi hokum, praktik pungli nyata-nyata dilakukan oleh beberapa oknum pejabat Kementerian Perhubungan. Tak ayal hal itu membuat Presiden Jokowi meradang dan berujar, “Pecat Pelaku Pungli!”. Jokowi pun membentuk Satgas Saber (Sapu Bersih) Pungli.

Sebagai upaya memperbaiki kondisi bidang hokum yang masih karut-marut itu, tidak ada pilihan kecuali reformasi hukum secara besar-besarran dari hulu hingga ke hilir. Pemerintah secara resmi, Selasa (11/10), mengeluarkan paket pertama reformasi hukum yang berisi lima fokus kebijakan. Ini disiapkan dalam upaya mengembalikan kepercayaan publik pada hukum nasional dan aparat penegak hokum. Kelima fokus tersebut yakni melakukan operasi pemberantasan pungli (OPP), operasi pemberantasan penyelundupan, program percepatan pelayanan publik, relokasi lapas, dan pembaruan sistem untuk tindak pidana ringan itu tidak harus masuk peradilan.

Lantas, cukup bertaji kah paket pertama reformasi hukum ini untuk memperbaiki penegakan hukum yang masih karut marut ini? Efektifkah lima fokus kebijakan yang diluncurkan untuk mengembalikan kepercayaan publik pada hukum nasional dan aparat penegak hukum kita?

Guna memeroleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu Radio Idola 92.6 FM berbincang dengan beberapa narasumber, yakni: Prof Gayus Lumbun, Hakim Agung di Mahkamah Agung, Aradila Caesar, Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Prof Hibnu Nugroho, Guru Besar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto. (Heri CS)

Berikut Perbincangannya:

Ikuti Kami di Google News