Bagaimana Cara Meningkatkan Nilai Jasa Domestik yang Masih Rendah?

Sektor Jasa
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Sektor jasa yang mendominasi perekonomian nasional dinilai masih kurang memberikan nilai tambah. Besarnya dominasi sektor jasa terhadap perekonomian nasional membuat sektor ini memerlukan peningkatan nilai tambah sebagai daya tarik investasi asing masuk ke Indonesia.

Hal itu dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Indonesia-Europe Investment Summit 2023 di Jakarta, Kamis 30 November 2023, seperti dilansir dari Kompas.id (30/11/2023). Menurut Menkeu, saat ini sektor jasa di Indonesia masih kesulitan dalam mengembangkan sektor jasa manufaktur berdaya saing dan bernilai tambah tinggi. Hal ini menjadi tantangan dalam menggaet aliran investasi asing yang kerap menargetkan sektor-sektor penyumbang besar produk domestik bruto Indonesia.

Menkeu menyebut, dominasi sektor jasa pada perekonomian membuat Indonesia terlihat seperti negara berpendapatan tinggi. Padahal, berdasarkan komposisi perekonomiannya, sektor jasa atau sektor informal bernilai tambah rendah.

Berdasarkan struktur ekonomi Indonesia, dominasi sektor jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 54,4 persen. Angka ini mengungguli sektor manufaktur dan pertanian—yang dalam struktur PDB—masing-masing sebesar 20,5 persen dan 12,3 persen.

Ketergantungan Indonesia yang tinggi pada sektor jasa juga dapat terlihat dari struktur pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan III-2023, yang tumbuh 4,94 persen secara tahunan.

Dilihat berdasarkan lapangan usahanya, empat besar pertumbuhan tertinggi ada pada sektor jasa, yakni transportasi dan pergudangan—tumbuh 14,74 persen secara tahunan, sektor jasa lain 11,14 persen, jasa perusahaan 9,37 persen, serta informasi dan komunikasi 8,52 persen.

Lantas, apa praktisnya yang mesti dilakukan untuk meningkatkan nilai jasa? Apakah peningkatan nilai jasa tidak malah semakin memperlemah daya beli di ujungnya? Kira kira, apa saja sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru, selain jasa yang mesti diakselerasi?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber Prof Ari Kuncoro (Ekonom/ Rektor Universitas Indonesia), Adhi S Lukman (Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI)), dan Bhima Yudistira Adhinegara (Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaSerafine Christabel Beatricia, Pendiri Karsa Cita dari Kota Semarang
Artikel selanjutnyaPemprov Sebut Ajang Pildun U-17 Geliatkan Ekonomi di Solo