Bengkulu, Idola 92.6 FM – Siswa asal SMAN 7 Kota Bengkulu ini membentuk komunitas pemuda yang melakukan kegiatan edukasi dan advokasi terkait kekerasan berbasis gender.
Pada usia, 15 tahun, ia telah terlibat dalam organisasi tantenya di Yayasan PUPA yang berfokus pada pendidikan dan pemberdayaan perempuan dan anak.
Sosok itu adalah Muhammad Fahry Azizurahman (17) yang dikenal sebagai founder Generasi Antikekerasan dari Kota Bengkulu. Atas kiprahnya, ia terpilih sebagai Ashoka Young Changemaker 2023.
Apa yang membuatnya tergerak terlibat dalam kegiatan sosial? Menurut Fahry, selain pengalaman pernah mengalami kekerasan via media sosial, juga setelah ikut kegiatan NGO Save The Children. Dengan kegiatan itu, pelajar kelas XII ini makin mantap melangkah bersama teman-temannya untuk mengedukasi remaja agar bisa menghindari atau meminimalisir aksi kekerasan, baik via dunia maya atau dunia nyata.
Menurut Fahry, kegiatan tak mengganggu jadwal sekolah.“Alhamdulillah, kegiatan Sabtu Minggu, gak mengganggu. Jadi kita ada program edukasi dan advokasi. Program edukasi kita pergi ke sekolah-sekolah, anak-anak SMP yang mau beranjak remaja, masih labil,”tutur Fahry kepada radio Idola, pagi (27/11) tadi.
Fahry dan tim yang berjumlah 60 orang, melangsungkan pelatihan, kampanye, dan festival untuk mengadvokasi cara mengakhiri kekerasan berbasis gender. Dengan dukungan jaringan PUPA, komunitas ini berhasil berkolaborasi dengan media untuk meningkatkan kesadaran isu serta melakukan audiensi dengan pemangku kepentingan untuk mendorong aksi untuk mencegah kekerasan, pelecehan seksual terhadap anak.
Selengkapnya, berikut ini wawancara radio Idola Semarang bersama Muhammad Fahry Azizurahman, Founder Generasi Antikekerasan dari Kota Bengkulu. (yes/her)
Simak podcast wawancaranya: