Apa Kabar RUU Perampasan Aset? Apa yang Membuat Mandeg di DPR?

Ilustrasi

Semarang, Idola 92.6 FM – Hampir setengah tahun draft RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diserahkan Pemerintah kepada DPR RI. Namun, hingga kini tak kunjung diproses oleh DPR. Padahal, RUU ini diharapkan mampu menjadi solusi jitu dalam menangani persoalan aset tindak pidana korupsi.

Kalangan pegiat antikorupsi menilai RUU ini sangat mendesak dalam upaya perang terhadap korupsi yang semakin ke sini, semakin menurun. Menurut Menkopolhukam Mahfud MD, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana merupakan rancangan aturan yang paling ditakuti koruptor. “Karena koruptor begitu jadi tersangka, asetnya bisa dirampas dulu, meskipun vonisnya belum.”

Mahfud mengatakan, koruptor pada dasarnya menginginkan dirinya kaya sehingga ia takut miskin. Untuk itu, ke depan, para tersangka korupsi akan dimiskinkan lebih dulu, walaupun belum ada vonis di pengadilan.

RUU Perampasan Aset merupakan RUU inisiatif Pemerintah. Ada sejumlah hal yang diatur dalam RUU ini. Di antaranya, aturan aset tindak pidana yang dapat dirampas negara, yakni aset yang bernilai minimal Rp100 juta. Selain itu, aset yang dapat dirampas merupakan aset terkait dengan tindak pidana yang ancaman pidannya mencapai empat tahun atau lebih.

Di tengah proses menunggu disahkannya RUU Perampasan Aset, publik justru terus saja dipertontonkan perilaku korup para pejabat. Terkini, KPK melakukan OTT terhadap sejumlah pihak di Kabupaten Sorong Papua Barat. Senin (13/11) lalu, KPK telah menetapkan 6 orang menjadi tersangka dalam kasus korupsi yang menyeret pejabat (Pj) Bupati Sorong itu. Parahnya lagi, korupsi ternyata juga melibatkan pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Papua Barat.

Lalu, apa kabar RUU Perampasan Aset? Apa yang membuatnya mandeg di tangan DPR?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, Dosen/ Ketua Pusat Studi Anti korupsi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana Prakasa,S.H,M.H. (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News