Semarang, Idola 92.6 FM – Kenaikan suku bunga bank sentral amerika untuk menekan laju inflasi, berimbas pada pelemahan nilai tukar rupiah dan memaksa Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan.
Tercatat, Bank Indonesia sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 250 basis points—sejak Agustus 2022 menjadi 6 % pada Oktober 2023. BI bahkan mengerek suku bunga secara agresif pada September, Oktober, November 2022 masing-masing sebesar 50 basis points. Meski suku bunga tinggi, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh tinggi—di kisaran 5% sepanjang kuartal IV-2021—hingga kuartal dua tahun 2023.
Namun, pertumbuhan kredit perbankan jatuh dari 11,95% pada Oktober 2022 menjadi 8,96% pada September 2023. Sementara nilai tukar rupiah juga terus terdepresiasi hingga mendekati angka Rp.16 ribu rupiah per dolar Amerika. The Fed disebut masih akan menaikkan suku bunganya hingga akhir tahun nanti yang pastinya akan kembali berdampak pada rupiah.
Lalu bagaimana memitigasi era suku bunga tinggi? Apa saja multiplier effectnya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan Prof Ari Kuncoro (Ekonom/Rektor Universitas Indonesia), Roy N Mandey (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), dan Abdurrahman (Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan RI). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: