Kab. Semarang, Idola 92,6 FM – Hari masih pagi, dan matahari juga belum terlalu tinggi. Namun, banyak warga di Dusun Ngasinan, Desa Kebondalem, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang sudah berada di sawah.
Sebagian besar warga Kebondalem, memang bekerja sebagai petani atau buruh tani penggarap sawah. Sebagian lainnya memilih bekerja di pabrik sebagai buruh atau pekerja lepas.
Salah satu rumah di Dusun Ngasinan terlihat masih sepi, belum ada aktivitas dari penghuninya. Dari depan tampak sejumlah barang berserakan, dan juga di samping rumah bertumpuk barang-barang dari kayu.
Dari arah depan, pintu terbuka dan seorang pemuda tampaknya baru bangun dari tidur. Pintu itu kemudian dibukanya lebar, agar hawa di dalam rumah berganti dengan udara segar pagi hari.
Pemuda itu adalah Ratmoko, sang pemilik rumah yang siap menyongsong rezeki pada hari ini.
Sambil berjalan pelan, Ratmoko melangkahkan kakinya menuju ke dapur. Untuk menghilangkan rasa kantuknya itu, dinyalakan kompor gas dan mulailah merebus air.
Ditunggunya hingga air benar-benar mendidih, lalu disenduh ke dalam gelas yang telah diisinya dengan bubuk kopi hitam dan sesendok gula pasir.
Sambil duduk di kursi di ruangan yang dijadikan sebagai ruang pamer, Ratmoko menikmati kopi buatannya. Matanya menyapu ke seluruh ruangan, dan dilihatnya sejumlah hasil produk kerajinan serta beberapa perlengkapan usahanya masih berserakan di lantai.
Saat sedang asyik memandangi seluruh hasil kerjanya, tiba-tiba terdengar suara panggilan telepon masuk dan segera diangkatnya. Terdengar suara seorang pria di ujung telepon, dan sepertinya akan memesan produk kaligrafi buatannya.
Dengan telaten dan sabar, Ratmoko melayani dan menjawab setiap pertanyaan dari si penelepon.
Pada akhir pembicaraan, si penelepon meminta untuk dikirim beberapa contoh kaligrafi beserta contoh pigura agar bisa dipilihnya.
Setelah menutup panggilan telepon itu, Ratmoko lantas mengirim beberapa contoh kaligrafi dan pigura sesuai keinginan si penelepon. Beberapa contoh dikirimkan, dan kemudian disepakati jenis kaligrafi serta bentuk piguranya dari si pemesan.
Tidak perlu waktu lama dan agar si pemesan juga lekas mengetahui hasilnya, Ratmoko lantas berdiskusi dengan rekannya terkait orderan yang barusan masuk.
Ratmoko menjelaskan,usai dirinya mengikuti Lapak Ganjar dianggapnya sebagai berkah tak disangka. Sebab, setelah itu mulai banyak pesanan berdatangan untuk pembuatan kaligrafi beserta piguranya.
Ratmoko menyebut, Lapak Ganjar sebagai promosi gratis buat dirinya sebagai pelaku UMKM bisa memasarkan produknya secara gratis.
”Ikut Lapak Ganjar itu sebetulnya iseng-iseng lewat Instagram. Terus enggak lama direpost sama Lapak Ganjar. Kita senenglah karena ibaratnya kita dapat iklan gratis,” kata Ratmoko saat ditemui di rumahnya, pekan kemarin.
Diakui Ratmoko, setelah itu mulai banyak pesanan berdatangan hingga membuat dirinya dan temannya kewalahan untuk memenuhi permintaan konsumen. Saat orang sudah mulai tahu tentang usahanya itu, pesanan datang cukup banyak dalam sebulan.
Usaha kaligrafinya dengan nama Al Amin itu, sebulan bisa mendapat pesanan antara 20 hingga 50 orderan dari sejumlah wilayah di Tanah Air. Bahkan, pernah menyentuh hingga 100 pesanan setelah orang melihat hasil usahanya lewat Lapak Ganjar.
”Kalau pas ada pesenan ramai pas bareng-bareng itu bisa sampai 50-70 pesenan, mas. Bahkan, kemarin juga ada pesenan 100 lebih dari reseller dan mungkin buat dijual lagi,” ujar Ratmoko.
Sambil melanjutkan ceritanya, Ratmoko terus fokus menggergaji kayu yang akan dijadikan sebagai lis pigura.
Menurutnya, promosi gratis dari Lapak Ganjar pada setahun kemarin benar-benar mengubah jalan hidupnya. Pesanan terus berdatangan, karena sempat melihat unggahan yang ada di akun Lapak Ganjar.
Biasanya, ada momen-momen tertentu yang itu menjadi berkah dirinya sebagai perajin kaligrafi. Yakni masa Ramadan hingga Lebaran dan juga menjelang Natal.
”Momen ramai itu biasanya pas mau Lebaran sama pas mendekati Desember, mas. Itu biasanya ramai. Kalau menjelang Lebaran kebanyakan ayat-ayat Alquran, dan pas mendekati Desember ya itu gambar Natal atau sejenisnya yang dipesen umat Nasrani,” ucap Ratmoko.
Karena terus dikejar waktu pengiriman, Ratmoko beralih kerjaan ke bagian pemolesan dasar dari lukisan kaligrafi. Pemolesan dilakukan, agar lukisan tampak mengkilap dan terlihat jelas gambar maupun tulisan kaligrafinya.
Menurut Ratmoko, dirinya sudah memasarkan produknya ke seluruh pelosok negeri dan paling jauh adalah ke wilayah Papua. Namun, untuk menjangkau pengiriman ke luar negeri terbentur dengan ongkos kirim yang dipandang lebih mahal dibanding harga barangnya.
”Kita pernah kirim ke Aceh, dan paling ujung ke Papua. Yang Papua itu kita kirim perjamuan, yang pesan orang Katholik. Kalau untuk pengiriman ke luar negeri kita masih mencari-cari info, karena kita kesulitan di ongkos kirimnya, mas. Ongkos kirimnya terlalu mahal, melebihi harga barangnya,” jelas Ratmoko.
Memang diakui, jika ongkos kirim ke luar negeri masih dianggap mahal bagi dirinya sebagai pelaku UMKM. Terlebih lagi, jika ongkos kirim ke luar negeri itu lebih mahal daripada harga jual barang buatannya. Selain itu, barangnya juga riskan rusak jika dipaksakan menempuh perjalanan cukup jauh.
”Harga kaligrafi buatan kami itu dimulai dari harga Rp250 ribu, yang paling murah dan paling kecil. Kalau yang paling mahal itu harganya Rp5 jutaan,” jelas Ratmoko.
Kini, Ratmoko mulai menikmati hasil yang didapatkan setelah mendapatkan promosi gratis melalui Lapak Ganjar. Sedikit demi sedikit, pemasaran dan permintaan tidak lagi berpusat di wilayah Kabupaten Semarang dan sekitarnya saja tapi sudah merambah pelosok negeri.
Usahanya dan hasil karyanya, saat ini tidak lagi lokal tapi naik kelas ke tingkat nasional. Dirinya berharap, pasar luar negeri bisa diraihnya dan menjadi pangsa pasar yang menjanjikan.
Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng Eddy Bramiyanto menyatakan pemerintah akan terus berupaya memberdayakan dan mendampingi pelaku UMKM bisa naik kelas. Seluruh perangkat yang dimiliki Dinas Koperasi dan UKM Jateng akan diupayakan, dengan tujuan pelaku UMKM bisa naik kelas tidak hanya di tataran lokal saja tapi juga global.
”Lewat Balatkop atau lewat hetero space, kami mengagendakan bagaimana UMKM-UMKM yang kita bina dia bisa secara bertahap naik kelas,” papar Bram.
Menurut Bram, pelaku UMKM di Jateng menjadi salah satu tulang punggung sektor perekonomian yang harus dibantu. Oleh karena itu, pihaknya tidak pernah berhenti memberikan pendampingan maupun pemberdayaan kepada para pelaku UMKM.
”Karena kita tahu, salah satu yang menjaga pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah adalah UMKM. Kita terus dorong teman-teman UMKM, karena merekalah tulang punggung ekonomi Jawa Tengah. Terutama yang asetnya di bawah Rp1 miliar,” jelas Bram.
Bram menjelaskan, bagi para pelaku UMKM Jateng yang belum bankable akan diberikan fasilitas agar mendapatkan bantuan permodalan guna bisa naik kelas. Tidak hanya kredit usaha rakyat (KUR) dari perbankan besar saja, tapi juga ada lembaga keuangan lainnya untuk membantu pelaku UMKM bertumbuh dan berkembang.
”Bagi pelaku UMKM yang belum bankable atau belum punya agunan, kita akan fasilitasi. Kita punya Bank Jateng, ada BPR BKK sama Jamkrida. Itu semua bisa dimanfaatkan pelaku UMKM yang ingin naik kelas,” ujar Bram.
Upaya untuk menjadikan para pelaku UMKM naik kelas, tidak hanya tanggung jawab dari pemerintah saja tapi juga dunia usaha lainnya ikut berkontribusi. Salah satunya yang dilakukan sebuah hotel di Kota Semarang, dengan memberikan ruang khusus bagi pelaku UMKM bisa memamerkan produk buatannya kepada para tamu menginap atau pengunjung hotel.
Menurut Dian Tika Dewi selaku Assistant Talent and Culture Manager Hotel Novotel Semarang, pihaknya memberikan ruang kepada pelaku UMKM di Jateng sejak Oktober 2020 lalu. Atau tepatnya, saat masih ada pandemi Covid-19 dan banyak pelaku UMKM kesulitan memasarkan produknya.
Seluruh usaha tidak hanya pelaku UMKM, terdampak karena pandemi Covid-19 dan demikian juga dengan perhotelan.
Alasan Dian, tidak hanya untuk membuat pelaku UMKM naik kelas saja tapi juga membantu menjualkan produk buatannya guna tetap bertahan dari terpaan badai Covid-19.
”Kami bersama pemerintah setempat bersama-sama mengembangkan dan menarik daya beli masyarakat, khususnya untuk membeli produk UMKM. Sebelum pelaku UMKM kita ajak pameran di hotel, kita kurasi dulu dan dipisah antara makanan dan kerajinan,” ucap Dian.
Dian menjelaskan, dari upaya yang dilakukan Hotel Novotel Semarang itu ternyata membawa berkah bagi pelaku UMKM. Karena, pelaku UMKM yang tadinya berjualan di pinggir jalan atau di pasar sekarang bisa berjualan di dalam hotel.
Hal itu menjadikan para pelaku UMKM naik kelas, dari pasar menuju hotel dan segmen pasarnya juga mengalami perbedaan.
Bahkan, Hotel Novotel Semarang juga menggunakan produk buatan UMKM semisal minuman atau makanan hingga kerajinan.
”Tidak hanya memfasilitasi pelaku UMKM pameran di hotel, kita juga menggunakan produk mereka untuk kegiatan meeting atau lainnya. Salah satunya ada kopi, dan ada juga oleh-oleh khas sebagai pengganti sarapan,” imbuh Dian.
Lebih lanjut Dian menjelaskan, apa yang dilakukan Hotel Novotel Semarang semata-mata agar pelaku UMKM bisa naik kelas dan produk buatannya semakin dikenal tidak hanya lokal tapi juga global.
Pihak lain yang membantu pelaku UMKM naik kelas adalah PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang, dengan memberikan ruang khusus bisa memamerkan produk buatannya.
Upaya membantu pelaku UMKM naik kelas, memberikan ruang bagi pelaku UMKM berjualan produk buatannya di lingkungan bandara.
General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang Fajar Purwadidada menjelaskan, pihaknya menggandeng Dinas Koperasi dan UKM Kota Semarang untuk menempatkan pelaku UMKM bisa berjualan di areal ruang tunggu bandara di lantai dua.
”Kami menyediakan gerai UMKM yang ada di areal bandara. Ada di lantai satu untuk UMKM provinsi, dan di lantai dua untuk UMKM Kota Semarang. Harapan kami dengan adanya gerai UMKM di bandara, bisa menjadi alternatif berbelanja oleh-oleh bagi para calon penumpang,” jelas Fajar.
Menurut Fajar, pihaknya sengaja menghadirkan pelaku UMKM bisa berjualan di areal yang berdekatan dengan ruang tunggu penumpang dengan tujuan mudah dijangkau dan strategis. Selain itu, ruang khusus bagi pelaku UMKM di bandara memberikan manfaat lebih karena sebagai pintu masuk dan keluar Kota Semarang.
”Kami terus berkomitmen, untuk mendukung keberlangsungan sektor UMKM agar mereka juga semakin dikenal dan naik kelas,” ujar Fajar.
Upaya yang dilakukan semua pihak tidak hanya pemerintah tapi juga melibatkan stakeholder lain, akan membuat pelaku UMKM lebih cepat naik kelas dan produknya diterima masyarakat. (Bud)