Semarang, Idola 92.6 FM – Perkembangan teknologi digital membuat informasi palsu dengan mudah beredar. Khabarnya, Machine learning atau mesin pembelajar dengan teknologi blockchain dapat digunakan untuk membantu memitigasi penyebaran kabar bohong tersebut.
Penelitian terbaru di Binghamton University, State University of New York, Amerika Serikat, mengembangkan studi dengan menawarkan alat untuk mengenali pola informasi yang salah. Hal ini membantu pembuat konten untuk menemukan kekeliruan yang terjadi.
Penelitian ini mengusulkan sistem mesin pembelajar, bagian dari kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang menggunakan data dan algoritma untuk meniru cara manusia dalam menentukan konten yang bisa merugikan pembaca. Salah satu contohnya adalah informasi yang menggembar-gemborkan pengobatan alternatif palsu selama puncak pandemi Covid-19.
Kerangka kerja mesin pembelajar ini memakai data dan algoritma guna menemukan indikator kesalahan informasi. Kemudian menggunakan contoh tersebut untuk meningkatkan proses deteksi.
Dalam penelitian lain, peneliti di West Virginia University, AS, Dana Coester, mengatakan, permasalahan berita palsu bukan hanya urusan media. ”Ini juga masalah sosial dan politik yang berakar pada teknologi. Memecahkan masalah itu membutuhkan kolaborasi lintas disiplin,” katanya.
Lalu, ketika permasalahan berita palsu bukan hanya urusan media, maka, upaya kolaborasi seperti apa yang bisa kita lakukan untuk memitigasi kabar bohong? Siapa saja aktor yang mesti terlibat?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Kunto Adi Wibowo, PhD, (Peneliti komunikasi dan media serta dosen di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung) dan Prof Ridwan Sanjaya (Mantan rektor/ Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata Semarang). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: