Menyoroti Konflik Internal Partai Golkar

Golkar
Ilustrasi/Aktual

Semarang, Idola 92.6 FM – Kepemimpinan Airlangga Hartarto di Partai Golkar mengalami guncangan. Sejumlah kader senior mendorong pergantian ketua umum melalui musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).

Salah satu pertimbanganyang digunakan oleh pihak yang mendorong Munaslub adalah elektabilitas Airlangga yang rendah. Selain itu, Airlangga juga dinilai tidak mampu mendongkrak suara Golkar menjelang Pemilu 2024.

Dikutip dari CNN Indonesia, Dewan Pakar Golkar juga telah memberikan tiga rekomendasi kepada Airlangga pada 10 Juli lalu. Pertama, Airlangga harus menggelar deklarasi capres sekaligus cawapres paling lambat Agustus 2023.

Kedua, Airlangga segera membentuk poros baru di Pilpres 2024 di luar poros KIB yang ada saat ini. Ketiga, Airlangga segera menggelar program “Airlangga Menyapa Rakyat” ke seluruh wilayah Indonesia.

Sejumlah nama kader Golkar seperti Luhut Binsar Pandjaitan, Bahlil Lahadalia, dan Bambang Soesatyo, didorong menjadi ketua umum menggantikan Airlangga jika benar-benar terjadi munaslub. Luhut mengaku siap menjadi ketua umum jika banyak kader Golkar yang mendukungnya. Begitu juga dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.

Konflik internal parpol seakan terjadi secara bergilir. Dan, terkini, terjadi di internal Partai Golkar.

Terlepas dari berbagai alasan yang menjadi penyebab perpecahan tetapi semuanya menyiratkan warna yang sama, yaitu ‘berebut kekuasaan’. Meski legal dan dibenarkan oleh aturan formal akan tetapi kalau eksistensi parpol baru akan terdengar setiap terjadi perpecahan tetapi begitu senyap saat seharusnya memperjuangkan kepentingan konstituennya.

Maka, apakah demokrasi kita memang hanya sekedar prosedur tanpa substansi? Inikah penyebab, demokrasi substansial yang kita tunggu-tunggu, tak kunjung tiba? Lalu, bagaimana memperbaiki situasi ini?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Dr. Margarito Kamis (Pakar Hukum Tata Negara), Arya Fernandes (Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS)), dan Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) Indonesia). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News