Saling Menekan dan Saling Sandera Antara DPR dan MK, Apakah Ini yang Dimaksud dengan Check and Balances?

MK
Ilustrasi/Tempo

Semarang, Idola 92.6 FM – Komisi III DPR RI, Kamis (15/06) memantau putusan uji materi sistem Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK)dan akan menjadikannya bahan pertimbangan untuk menentukan keberlanjutan pembahasan substansi revisi keempat atas Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang MK yang tengah berjalan di Komisi III DPR. Di sisi lain, MK menegaskan tak terpengaruh oleh “keriuhan” wacana publik soal sistem Pemilu.

Untuk itu, DPR memperpanjang waktu pembahasan sekurangnya satu masa sidang sambil menunggu MK membacakan putusan uji materi terhadap sistem Pemilu proporsional terbuka.

Berdasarkan agenda, keputusan soal sistem Pemilu akan diumumkan oleh MK, Kamis (15/06). Sebelumnya, sistem pemilu “proporsional terbuka” yang diatur dalam UU Pemilu digugat ke MK oleh sejumlah orang yang beberapa di antaranya datang dari partai politik. Para penggugat itu adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Dengan sistem proporsional tertutup yang ingin dikembalikan oleh para penggugat, pemilih nantinya tak bisa memilih atau mencoblos calon anggota legislatif secara langsung. Pemilih hanya bisa mencoblos partai politik tanpa nama-nama calon anggota legislatif di surat suara pada Pemilu 2024. Walhasil, pada sistem proporsional tertutup, partailah yang punya kendali penuh untuk menentukan siapa caleg yang duduk di kursi dewan perwakilan rakyat.

Lalu, kalau antara DPR dan MK terkesan saling sandera dan saling tekan; apakah ini yang dimaksud dengan check and balances atau malah buruk bagi kepastian hukum? Dan, kalau masing-masing lembaga saling “adu kuat” berdasarkan ego sectoral masing-masing, maka di mana keberpihakan pada rakyat (stakeholder)?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Charles Simabura,M.H (Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Padang), Wasisto Raharjo Jati (Peneliti di Pusat Riset Politik-Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN)), dan Habiburokhman (Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News