Bagaimana Mengajak Dunia Pendidikan Mengambil Sikap soal Perubahan Iklim?

Perubahan Iklim
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Titik kritis peningkatan suhu sebesar 1,5 derajat celcius diperkirakan akan segera terlampaui dalam waktu dekat. Hal ini akan membuat generasi mendatang mewarisi bumi yang sulit ditinggali.

Diketahui, saat ini, suhu rata-rata di bumi telah meningkat 1,1 derajat celcius sejak 1880. Suhu bumi diperkirakan bakal melewati titik kritis 1,5 derajat celcius dalam lima tahun mendatang. Tanpa upaya serius untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, generasi mendatang bakal menanggung beban besar dari pemanasan global.

Dikutip dari Kompas (05/06), laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia pada 17 Mei lalu menunjukkan, ada kemungkinan suhu rata-rata global pada 2023-2027 akan bertambah 1,5 derajat celcius di atas tingkat praindustri (1850-1900) selama setidaknya satu tahun. Organisasi di bawah PBB ini memproyeksikan, setidaknya satu dari lima tahun ke depan dan periode lima tahun secara keseluruhan akan menjadi rekor suhu terpanas sepanjang pencatatan.

Indonesia juga mengalami kenaikan suhu dengan laju rata-rata melebihi tren global. Bahkan, suhu di Berau Kalimantan Timur, telah memanas 0,95 derajat celcius dalam 16 tahun. Hal ini menjadikan Berau sebagai daerah dengan laju pemanasan tertinggi. Menurut Ahli Iklim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kenaikan suhu semakin cepat, jauh lebih cepat dari prediksi sebelumnya. Ini sangat serius dan mengerikan.

Perubahan iklim diyakini akan turut berdampak pada dunia Pendidikan. Untuk itu, kesadaran untuk melakukan aksi nyata perlu diperkuat lewat pendidikan lingkungan, terutama soal perubahan iklim.

Lantas, bagaimana mengajak dunia Pendidikan untuk mengambil sikap soal perubahan iklim? Mesti dimulai dari mana?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Prof Edvin Aldrian, Ahli Iklim BRIN dan Wakil Ketua Kelompok Kerja I Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News