Semarang, Idola 92.6 FM – Baru-baru ini, survei Program Pembangunan PBB (UNDP) dengan judul Global Knowledge Index 2022 mengungkapkan, Indonesia berada di peringkat ke-81 dari 132 negara. Negara dengan kinerja terbaik adalah Swiss, diikuti Amerika Serikat, Finlandia, Swedia, Belanda, Luksemburg, Singapura, Denmark, Inggris, dan Hong Kong. Tiga negara Asia lain dengan posisi baik adalah Jepang, Korea Selatan, dan China.
Survei sejak 2017 ini menelusuri kinerja pengetahuan negara melalui 7 level: pra-universitas; Pendidikan Teknik dan vokasi; Pendidikan tinggi, riset, pengembangan, dan inovasi; teknologi informasi dan komunikasi; ekonomi; serta lingkungan.
Survei melibatkan 132 negara dan 199 indikator, secara sistematis memberikan gambaran komprehensif dari berbagai pemangku kepentingan seperti pembuat kebijakan, peneliti, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam membangun masyarakat pengetahuan.
Menurut Rakhmat Hidayat, Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ)–dalam opininya di sebuah surat kabar nasional, posisi Indonesia dalam Global Knowledge Index sangat menyedihkan. Sebab, jauh tertinggal dibanding negara-negara serumpun di Asia Tenggara. Indonesia juga jauh di bawah Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Indonesia hanya unggul atas Kamboja dam Myanmar.
Menurut Rakhmat Hidayat dalam Opininya “Kebangkitan Pemgetahuan” di Kompas (08/05), salah satu faktor yang membuat kinerja pengetahuan kita tak maksimal adalah “birokratisasi konservatif”. Negara terlalu mengintervensi administratif procedural dibanding proses produksi pengetahuan itu sendiri.
Lantas, menuju Kebangkitan Pengetahuan, bagaimana keluar dari jebakan Birokratisasi Konservatif? Apa sesungguhnya pokok-pangkalnya? Dan, mesti dari mana kita membenahi persoalan ini?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Rakhmat Hidayat (Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) & Visiting Scholar di National Taiwan University (NTU)), Yanuar Nugroho,PhD (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance (CIPG)), dan Ledia Hanifa Amaliah (Anggota Komisi X DPR RI). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: