Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan kebijakan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN dan RB) Nomor 1 tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kredit. Konsekuensi dari kebijakan tersebut dosen harus melaporkan kegiatannya setiap semester, dilampiri bukti dokumen, diunggah dalam aplikasi yang disediakan pemerintah.
Kebijakan itu pun menuai polemik dan protes dari kalangan dosen. Mereka menilai, kebijakan itu membebani tugas dosen dengan kerja administratif. Bahkan, ada salah seorang dosen yang menulis esai di Harian Ibu Kota dengan mengutip “cita-cita” pendiri bangsa, Mr Soepomo, yang mendorong agar universitas tidak tunduk kepada jawatan pemerintah, supaya bisa mengembalikan zaman keemasan Sriwijaya sebagai pusat ilmu pengetahuan. Yang sayangnya, PermenPAN dan RB justru dianggap membuat para ilmuwan Indonesia teralienasi dari karya-karya sendiri karena tidak memiliki roh kebebasan akademik.
Lalu, menyorot polemik kebijakan PermenPAN dan RB Nomor 1 tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kredit: apa orientasi PermenPAN dan RB ini? Apakah saat akan menerapkan tidak disadari implikasinya? Lalu, apa jalan keluar yang bisa kita harapkan? Atau bagaimana jalan keluar yang mungkin?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Prof Cecep Darmawan (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, sekaligus pengamat kebijakan pendidikan) dan Prof Achmad Fathoni Rodli (Ketua Umum Perkumpulan Ahli & Dosen Republik Indonesia (ADRI)/Rektor Universitas Maarif Hasyim Latif (Umaha) Sidoarjo Jawa Timur). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: