Semarang, Idola 92,6 FM – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah mencatat, 90,16 persen pelaku usaha yang memanfaatkan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) adalah dari sektor pelaku UMKM.
Para pelaku UMKM itu tidak hanya penjual kerajinan, tetapi juga para pedagang di pasar tradisional.
Kepala Kantor Perwakilan BI Jateng Rahmat Dwisaputra mengatakan pelaku UMKM kelas mikro atau ultra mikro ada 58,48 persen dan kelas kecil sebanyak 25,57 persen serta menengah ada 6,55 persen. Pernyataan itu dikatakan saat ditemui di kantornya, Kamis (9/2).
Rahmat menjelaskan, untuk pelaku usaha kelas besar baru mencapai 3,99 persen saja.
Menurut Rahmat, penggunaan QRIS pada pelaku UMKM memang terus digencarkan sebagai upaya mendorong bisa naik kelas.
Tujuannya, agar pelaku UMKM juga bisa belajar bagaimana mengelola keuangan usahanya.
Pada awal diluncurkan, memang QRIS ditujukan untuk pembayaran ritel maupun pelaku UMKM.
“Jadi dengan QRIS itu kan uang langsung masuk ke tabungannya. Ketika nanti mau beli bahan baku atau untuk produksi bisa diketahui belinya atau modalnya berapa. Penjualannya juga bisa tercatat dengan baik,” kata Rahmat.
Lebih lanjut Rahmat menjelaskan, penggunaan QRIS yang memang terkoneksi dengan tabungannya juga bisa dipantau bank sebagai penyalur kreditnya.
Apabila memang penjualan baik, maka akan terlihat pergerakan transaksinya sebagai pertimbangan bank untuk menambah modal usaha atau tidak.
“Ini jadi salah satu keuntungan juga pedagang menggunakan QRIS. Tidak perlu repot mencatat transaksi keuangan selama berjualan,” jelasnya.
Rahmat menyebut, pada 2022 kemarin terjadi penambahan merchant pengguna QRIS di Jateng sebanyak 2,2 juta pengguna.
Pada tahun ini, ditargetkan bisa bertambah menjadi 2,3 juta merchant.
“Rencananya pembayaran QRIS juga akan diperluas sampai ke pesantren,” pungkasnya. (Bud)