Semarang, Idola 92.6 FM – Gempa dahsyat bermagnitudo 7,7 melanda Turki dan Suriah pada Senin (06/02) dini hari waktu setempat. Hingga Kamis (09/02), data sementara dari otoritas setempat melaporkan, gempa telah menewaskan lebih dari 11 ribu jiwa dan melukai belasan ribu orang di kedua negara tersebut. Selain korban jiwa, ribuan bangunan termasuk rumah sakit, sekolah, dan blok apartemen runtuh sehingga banyak orang kehilangan tempat tinggal. Gempa tersebut dinilai sebagai yang paling dahsyat dalam 100 tahun terakhir sejak 1939.
Lalu, kenapa gempa Turki dan Suriah bisa sangat mematikan?
Mengutipย The Straits Times, gempa ini disebut mematikan karena melanda daerah padat penduduk. Gempa juga terjadi pada dini hari yakni pukul 04.17 waktu setempat, saat warga masih terlelap.
Sementara itu, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ada beberapa hal yang membuat gempa Turki bersifat sangat merusak atau destruktif. Beberapa di antaranya: bermagnitudo besar, gempa kerak dangkal, dan pusat gempa berada di kota besar.
Lalu, belajar dari gempa di Turki dan Suriah yang menelan banyak korban Jiwa: apakah memungkinkan kalau kita mewajibkan โbangunan yang tahan gempaโ di daerah-daerah rawan gempa, mengingat ini juga faktor yang mematikan di Turki?ย Kalau memungkinkan, maka di mana saja regulasi itu mesti diberlakukan? Mungkinkah mengeluarkan semacam peta wilayah rawan gempa?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dan Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Dr. Muhammad Burhannudinnur.ย (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: