Semarang, Idola 92.6 FM – Sepanjang tahun 2022 lalu dipenuhi berbagai dinamika politik yang menimbulkan kontroversi, mulai dari wacana perpanjangan masa jabatan Presiden, dugaan intimidasi oleh KPU Pusat kepada KPUD dalam proses verifikasi faktual peserta pemilu, hingga wacana menghidupkan kembali sistem proporsional tertutup.
Makanya, tahun 2023 disebut-sebut akan menjadi tahun penentuan untuk melakukan konsolidasi demokrasi menuju pelaksanaan pemilu 2024.
Samuel P. Huntington menjelaskan, ada tiga syarat terjadinya transisi demokratis. Pertama, berakhirnya rezim otoriter. Kedua, munculnya pemerintahan demokratis. Ketiga, adanya konsolidasi demokrasi.
Yang pertama dan kedua telah terjadi di Indonesia. Rezim otoriter pemerintahan Soeharto jatuh pada 21 Mei 1998 kemudian digeser kepada B.J. Habibie. Pemerintahan demokratis hadir ditandai dengan dilantiknya Abdurrahman Wahid sebagai Presiden melalui hasil Pemilu 1999 yang demokratis.
Sedangkan, syarat ketiga, yaitu tahap konsolidasi demokrasi masih menjadi perdebatan di kalangan pengamat politik. Sebagian besar pengamat menganggap sampai saat ini Indonesia belum mengalami konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi merupakan stabilitas dan ketahanan demokrasi.
Huntington pernah mencatat bahwa era transisi mestinya berakhir setelah ada dua kali pemilu berkala yang demokratis. Pemilu-pemilu tersebut mengantarkan suatu rezim demokratis yang bekerja atas dasar konstitusi yang demokratis pula. Apabila merujuk pada hal tersebut, dimana Indonesia sudah lebih dari 2 kali menyelenggarakan pemilu pasca-Orde Baru yaitu pada 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019.
Tetapi kenapa proses demokrasi di Indonesia masih berada dalam wilayah unconsolidated democracy? Dengan perhitungan ala Huntington, setelah tahun 2009 Indonesia seharusnya sudah dapat memetik buah dari demokrasi yang dijalankan selama ini, tetapi kenapa nyatanya belum juga?
Apa sesungguhnya hambatan kita untuk mencapai konsolidasi demokrasi? Hal-hal apa saja yang mungkin kita lakukan untuk menggalang keinginan bersama menuju konsolidasi demokrasi?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia), Dr Gun Gun Heryanto (Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute dan Dosen Komunikasi Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Guspardi Gaus (Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: