Topic Of The Day: Krisis Ekonomi-Politik sebagai Krisis Moral, Bagaimana Jalan Keluarnya?

Ilustrasi.

Semarang, Idola 92.6 FM – Indonesia adalah cermin yang pecah. Ada retakan yang lebar antara ode kemajuan pembangunan dan realitas krisisi kehidupan. Di sejumlah kesempatan, pembesar Negara memuji dan memuja pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang tertinggi di dunia. Dalam kenyataan, bangsa ini mengalami krisis fiskal yang parah. Salah satunya ditandai dengan defisit keseimbangan primer APBN yang memburuk sejak tahun 2012. Di sisi lain, kita merayakan kehebatan Indonesia sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

Menurut Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan Yudi Latif, meskipun demikian, perkembangan demokrasi tersebut pada kenyataannya ditandai krisis wibawa pemerintahan yang mengenaskan. Otoritas Negara tunduk di bawah kendali modal, bahkan tak segan bersimpuh di bawah kaki para pengemplang pajak. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kehidupan ekonomi-politik sebagai bagian integral dari sistem sosial tak bis mengelak dari imperatif moral. Jika imperatif moral itu tidak dipenuhi, perkembangan yang terjadi bersifat destruktif bagi kelangsungan perekonomian dan demokrasi itu sendiri.

Yudi Latif
Yudi Latif

Merujuk pada harian Kompas, Selasa 6 September 2016, Yudi Latif mengungkapkan, seorang Begawan ekonomi Amerika Serikat, Jeffrey Sachs, lewat keahliannya dalam ekonomi klinis mendiagnosis musabab keterpurukan AS dan menyimpulkan dalam bukunya, The Price of Civilization tahun 2011. Menurut dia, pada akar tunjang krisis ekonomi AS saat ini terdapat krisi moral: pudarnya kebajikan sipil di kalangan elite politik dan ekonomi. Suatu masyarakat pasar, hukum, dan pemilu tidaklah memadai apabila orang-orang kaya dan berkuasa gagal bertindak dengan penuh hormat, kejujuran, dan belas kasih terhadap warga dunia. Jeffrey mengemukakan, tanpa memulihkan etos tanggung jawab sosial, tidak akan pernah ada pemulihan ekonomi yang berarti dan berkelanjutan.

Yudi Latif mengemukakan, krisis moral itu bermula ketika peran negara dilucuti hanya sekadar “penjaga malam”, membiarkan ekonomi dikendalikan mekanisme pasar. Dengan menjadikan Negara sebagai pelayan pasar, neoliberalisme memberi terlalu banyak pada kebebasan individu, melupakan bahwa individualism yang bersifat predator juga bias membawa sumber-sumber penindasan dan ketidakadilannya tersendiri. Penekanan yang terlalu berlebihan pada daulat pasar menimbulkan apa yang disebut ekono Joseph Stiglitz “inkompetensi dari pihak pengambil keputusan dan merangsang ketidakjujuran dari pihak institusi finansial”.

Krisi ekonomi-politik sebagai krisis moral yang mendera bangsa kami mengajak Anda untuk ikut urun rembug, berbagi pandangan dan bertukar pemikiran. Bagaimana mencari jalan keluar krisis ekonomi-politik sebagai krisis moral yang membelit bangsa ini? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami mengajak diskusi Yudi Latif, Pemikir Kebangsaan dan Kenegaraan dan Irman Gusman, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. (Heri CS)

Berikut perbincangan khas Panggung Civil Society Radio Idola Semarang bersama narasumber Yudi Latif dan Irman Gusman:

Ikuti Kami di Google News