Semarang, Idola 92.6 FM – KTT G20 yang diselenggarakan di Bali 15-16 November telah berakhir. Mayoritas anggota G20 mengecam keras perang Rusia-Ukraina yang masih berkecamuk. Hal itu dituangkan dalam deklarasi bersama G20 Bali Leaders Declaration.
Dalam dokumen deklarasi KTT G20 tersebut, para anggota menyebut perang di Ukraina menyebabkan penderitaan manusia yang luar biasa, dan memperburuk kerentanan dalam ekonomi global. Selain menghambat pertumbuhan, meningkatkan inflasi, mengganggu rantai pasokan, meningkatkan kerawanan energi dan pangan, serta meningkatkan risiko stabilitas keuangan.
Di satu sisi, posisi setiap negara G20 tetap sama dengan forum-forum lain, termasuk dalam Resolusi Majelis Umum PBB. Diketahui, sebelumnya Majelis Umum PBB menyetujui resolusi yang menyerukan agar Rusia dimintai pertanggungjawaban karena melanggar hukum internasional dengan menyerang Ukraina, Senin 14 November lalu. Resolusi ini pun memuat permintaan ganti rugi atas kerusakan yang meluas di Ukraina dan bagi warga Ukraina yang meninggal dan terluka selama perang.
Meski demikian, Rusia cuek dan menolak keras keputusan Majelis Umum PBB yang menyerukan Rusia untuk membayar ganti rugi perang ke Ukraina. Wakil Perwakilan Federasi Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky mengatakan, negara-negara yang menderita selama berabad-abad atas perbudakan dan pencurian sumber daya alam, harus menuntut reparasi dari negara-negara Barat.
Lantas, ketika KTT G20 menghasilkan deklarasi bersama atau G20 Bali Leaders Declaration; apa artinya? Apa pentingnya Deklarasi G20 ini–mengingat Rusia juga mengabaikan Resolusi dalam Majelis Umum PBB atau United Nations General Assembly Resolution yang menyerukan Rusia untuk membayar ganti rugi perang ke Ukraina?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Prof Hikmahanto Juwana. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: