Benarkah Karena Kurang Mampu Membaca, Maka Minat Baca Masyarakat Jadi Rendah?

Reading a book
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – “Membaca adalah berpikir dengan kepala orang lain, bukan dengan kepala sendiri. Saya membaca untuk mengetahui bukan untuk menyesuaikan diri, saya mengevaluasi dan bukan budak kata. Membaca dengan pemahaman… Dan ada nilai besar yang bisa diperoleh dari itu …” begitu ungkap Arthur Schopehauer.

Singkatnya, ada perbedaan antara rendahnya minat baca dan rendahnya kemampuan membaca. Maka, ketika disebut bahwa minat baca masyarakat Indonesia termasuk yang paling rendah di antara masyarakat di negara lain, kita kemudian mempertanyakan: Apakah karena kemampuan membaca yang rendah, maka minat baca menjadi rendah?

Mengingat, kemampuan membaca para remaja atau bahkan sebagian besar orang dewasa, sering sebatas diartikan, bisa membaca rangkaian huruf. Padahal di negara maju, kemampuan membaca seperti itu, hanyalah kemampuan membaca di tingkat dasar yang hanya boleh dimiliki anak TK atau SD kelas 1 & 2.

Sementara, untuk tingkat remaja dan orang dewasa, ada level membaca lanjutannya seperti membaca superficial, skimming, dan ditingkat sarjana bahkan mesti mampu membaca syntopical.

Maka, sekali lagi, benarkah kekurangmampuan membaca menjadi penyebab rendahnya minat baca? Lalu, kenapa selama ini tidak ada standarisasi dan pelatihan khusus yang diberikan untuk mendorong kemampuan membaca para peserta didik kita?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Indra Charismiadji (Direktur Pendidikan Vox Populi Institut Indonesia), Ubaid Matraji (Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)), dan Prof Iwan Pranoto (Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News