Bagaimana Mengantisipasi Risiko Kebijakan Kenaikan Harga BBM?

Tolak Kenaikan Harga BBM
Sejumlah buruh beraksi menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022). (Photo/Detik)

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah menghadapi dua pilihan, yakni menambah alokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi untuk menahan harga BBM bersubsidi atau menaikkan harga biosolar dan pertalite guna menjaga ruang fiskal.

Pemerintah berada pada situasi simalakama. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi berpotensi menekan daya beli masyarakat lapisan terbawah sehingga dapat memicu kenaikan angka kemiskinan. Namun, apabila harga BBM bersubsidi dipertahankan, anggaran subsidi energi harus ditambah yang berdampak menghambat langkah terwujudnya konsolidasi fiskal untuk jangka menengah-panjang.

Naikkan Upah, Bukan BBM
Sejumlah buruh beraksi menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak, di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (31/8/2022). (Photo/Detik)

Untuk itu, Pemerintah telah menyiapkan tiga kebijakan jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli masyarakat yang berisiko terdampak kebijakan BBM. Sebanyak Rp24,17 triliun anggaran dialokasikan untuk tiga jenis bantuan tersebut. Targetnya, bantuan bisa dieksekusi mulai pekan ini.

Lalu, apakah menaikan harga BBM yang berdampak luas pada perekonomian dan kesejahteraan warga merupakan satu-satunya opsi yang tersedia? Tidak adakah opsi lain yang mungkin? Kalau menaikan harga BBM adalah opsi satu-satunya, maka apa saja kebijakan yang bisa meringankan komplikasinya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Dr Rahma Gafmi (Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya), Mulyanto (Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS), dan Nailul Huda (Pengamat ekonomi dari Institut for Development of Economics and Finance (INDEF)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News