Mengenal Bambu Tabah bersama Pande Ketut Diah Kencana

Pande Ketut Diah Kencana
Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana, dosen Univ. Udayana Bali. (Photo/udayananetworking.unud.ac.id)

Bali, Idola 92.6 FM – Bambu Tabah menjadi salah satu jenis bambu langka di Bali. Atas kondisi itu, dosen Fakultas Teknologi Pangan Universitas Udayana Bali Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana melakukan penelitian bambu Tabah.

Bambu Tabah adalah jenis bambu yang dinilai makin sedikit dan tidak cukup dirawat di daerah asalnya Pupuan Tabanan Bali. Tidak hanya meneliti, Diah bekerja dari hulu ke hilir dengan telah menghasilkan 20 produk turunan bambu Tabah mulai dari batang, daun, dan rebungnya serta memberdayakan kelompok pengolah bambu melalui koperasi.

Diah tertarik meneliti bambu sejak kuliah S2 tahun 1990 di IPB. “Bambu Tabah ditanam di ketinggian antara 700-1100 meter dpl, rebungnya sangat enak sekali,”jelas Diah kepada radio Idola Semarang, pagi (28/03) tadi. Menurutnya, penelitian terhadap rebung Tabah dilakukan sejak tahun 2004.”Waktu itu rebung Tabah dijual dengan harga murah sekali, ukurannya hanya 12 cm,”tambah Diah.

Panen Perdana Rebung Bambu Tabah
Acara panen rebung tabah pertama yang diadakan di desa bambu tabah pemepek desa Rarung Lombok. Awal penanaman bambu hardy tahun 2015, panen rebung awal tahun 2018. (Photo/udayananetworking.unud.ac.id)

Bambu merupakan tanaman multiguna. Semua bagian bambu digunakan mulai batang, daun, akar, dan daun, termasuk penggunaannya sebagai bagian ritual adat Bali. Dari sisi konservasi, bambu berfungsi sebagai tanaman di lahan kritis dan penyimpan air.

Atas ketekunannya dalam meneliti bambu Tabah, Diah meraih penghargaan Kehati Award 2020 kategori akademisi dan sebelumnya juga menerima penghargaan penyelamat plasma nutfah pada 2018 dari Kementerian Pertanian RI.

Selengkapnya, mengenai bambu konservasi dan ekonomi, berikut ini wawancara radio Idola Semarang bersama dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Bali dan peneliti perempuan bambu Tabah, Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana. (yes/her)

Dengarkan podcast wawancaranya:

Ikuti Kami di Google News