Semarang, Idola 92.6 FM – Di tengah polemik Ibu Kota Negara (IKN) baru, sejumlah pihak meragukan proses pembangunan akan selesai sesuai target. Bahkan, beberapa orang mengkhawatirkan pembangunan IKN Nusantara akan mangkrak, mengingat dana yang diperlukan tak sedikit. Apalagi baru-baru ini, salah satu investor yakni SoftBank memutuskan mundur.
Seolah menjawab keraguan beberapa pihak, Kepala Otorita IKN Nusantara Bambang Susantono menyatakan, pihaknya membidik berbagai skema pembiayaan ibu kota negara baru. Salah satunya, pembiayaan yang melibatkan masyarakat seperti crowd funding.
Ia mengaku ingin melibatkan seluruh pihak dalam pembiayaan IKN Nusantara, mulai dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat atau Public-Private-People Participation (PPPP/4P).
Namun, ide atau gagasan pembangunan IKN Nusantara dari masyarakat melalui skema crowd funding ini mendapat kritikan dari anggota DPR. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Anwar Hafid, mengatakan, pembangunan IKN mestinya sesuai skema awal, anggarannya dari kas negara maupun investasi pihak swasta. Ia mengingatkan, sudah lebih dari dua tahun masyarakat sangat terpukul akibat Pandemi Covid-19. Masyarakat dan daya beli publik belum selesai terpukul karena pandemi. Maka, mengharapkan dana publik untuk pembangunan IKN Nusantara sangat aneh.
Lalu, di tengah kekhawatiran publik atas proyek prestisius pembangunan IKN baru—mengingat sejak awal prosesnya dinilai bermasalah, bagaimana strategi yang mesti dilakukan untuk menjawab keraguan itu agar tak mangkrak? Selain melalui kas negara maupun investasi sektor non-pemerintah, pembiayaan Otorita IKN Nusantara rencananya akan melalui skema crowd funding sudah tepatkah? Apa plus-minus pembiayaan melalui crowd funding? Apa pula risiko yang mesti ditanggung ketika skema ini gagal?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Yusuf Wibisono (Direktur Eksekutif Institute for Demographic And Poverty Studies (IDEAS), Djohermansyah Djohan (Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)), dan Anwar Hafid (Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat). (her/yes/ao)
Dengarkan podcast diskusinya: