Semarang, Idola 92.6 FM – Wacana penundaan Pemilu kembali mencuat sepekan setelah Komisi Pemilihan Umum meluncurkan hari pemungutan suara Pemilu 2024. Gagasan itu salah satunya terlontar dari Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu beralasan, penundaan Pemilu merupakan masukan dari kalangan pengusaha UMKM yang ditemuinya. Menurut Muhaimin, pelaksanaan Pemilu yang rencananya akan digelar pada Februari 2024 mendatang berpotensi menimbulkan konflik karena pandemi. Karena itu, ia mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun. Menurutnya, penundaan pemilu penting agar momentum perbaikan ekonomi yang terpukul akibat pandemi tidak hilang.
Wacana penundaan Pemilu sebelumnya juga pernah dilontarkan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal-Bahlil Lahadalia. Pada Januari lalu, ia mengatakan, bahwa para pengusaha menghendaki penundaan Pemilu 2024.
Gayung bersambut, wacana penundaan Pemilu langsung menuai kritik dari sejumlah kalangan terutama partai politik. Parpol pun seolah terbelah dalam dua kubu antara yang pro dan yang kontra. Mereka yang pro wacana penundaan, selain PKB adalah Partai Golkar dan PAN. Sementara yang kontra di antaranya Partai Demokrat, PDI Perjuangan, Nasdem, dan PKS. Mereka berpendapat, wacana penundaan Pemilu akan menciptakan kegaduhan baru. Energi bangsa juga bakal terkuras dalam perdebatan pro dan kontra.
Lantas, mencermati polemik wacana Penundaan Pemilu 2024, kedaruratan apa yang mendorong Pemilu, sehingga mesti ditunda? Siapakah inisiator dan apa motif di baliknya? Apa saja keuntungan dan kerugiannya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber di antaranya: Yanuar Nugroho (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance; Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia; Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura; Deputi II KepalaStaf Kepresidenan RI 2015-2019); Yance Arizona, PhD (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta); dan Teuku Taufiqulhadi (Ketua DPP Partai Nasdem). (her/yes/ao)
Dengarkan podcast diskusinya: