Semarang, Idola 92.6 FM – Harga dan stok pangan komoditas kedelai dan minyak goreng dalam beberapa waktu belakangan mengalami gejolak. Aksi mogok produksi tahu-tempe pun terjadi di beberapa wilayah dan di sebagian daerah, warga rela antre mengular demi memperoleh jatah dua liter minyak goreng. Kita belum tahu akan sampai kapan ini akan berakhir.
Yang kita ketahui, sejauh ini, Pemerintah masih mengandalkan strategi “operasi pasar” pada warga dan menindak pihak-pihak yang terbukti menimbun minyak goreng sebagai upaya meredam gejolak warga.
Menyaksikan persoalan itu kita mengingat, setahun lalu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan Syailendra mengatakan, pemerintah akan terus memperbaiki tata niaga pangan. Pemerintah juga akan terus berusaha memastikan stok pangan tersedia. Sebab itu, kementerian/ lembaga mesti selalu berkoordinasi untuk memastikan ketersediaan tersebut.
Ia mengatakan, Kementerian Perdagangan juga terus berkolaborasi dan bersinergi dengan Kementerian Pertanian untuk memastikan stok, baik yang bisa dipenuhi dari dalam negeri maupun melakukan impor jika kekurangan stok yang tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Namun, kini, kita seolah-olah menggugat kembali pernyataan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri tersebut. Sebab, faktanya, stok dan harga komoditas pangan kita porak poranda. Terkini, kita menghadapi problem kelangkaan komoditas minyak goreng dan kedelai. Padahal, beberapa waktu lalu Pemerintah juga meluncurkan program Holding Pangan BUMN ID Food.
Lalu, ketika holding urusan pangan sudah didirikan, kenapa ketersediaan dan fluktuasi harga seperti tetap tidak terjaga? Di mana pokok permasalahannya? Kebijakan pangan seperti apa yang mesti kita tata ulang agar ketersediaan dan fluktuasi harga tidak rentan terdampak situasi di pasar global?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, di antaranya: Prof Dwi Andreas Santosa (Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University); Prof Bustanul Arifin (Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI)); dan Andi Akmal Pasluddin (Anggota Komisi IV DPR RI/ ruang lingkup Komisi IV di bidang: Pertanian; Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan Kelautan). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: