Semarang, Idola 92.6 FM – “Historia est testis temporum, lux veritatis, vita memoria, magistra vitae, nuntia vetustatis” (Sejarah adalah saksi zaman, sinar kebenaran, kenangan hidup, guru kehidupan, dan pesan dari masa silam) – begitu ungkap Cicero.
Singkatnya, menurut George Santayana: “Mereka yang tidak mengingat masa lalu (sejarah) dikutuk bakal mengulanginya.”
Mungkin karena itu, sejumlah pihak kini mendorong Pemerintah untuk memasukkan Sejarah Indonesia sebagai muatan mata pelajaran atau mata kuliah wajib dalam kurikulum baru. Sebab, sejarah berperan penting dalam penguatan karakter generasi muda. Yang oleh Victor Hugo digambarkan, Sejarah adalah Gema masa lalu di masa depan; atau refleksi dari masa depan di masa lalu.
Terbitnya PP No 4 tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan belum mengakomodasi Sejarah Indonesia sebagai muatan wajib di kurikulum. Saat ini, mata pelajaran atau mata kuliah wajib yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa disebutkan lewat: mata pelajaran Agama, Bahasa Indonesia, serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Tetapi, bagaimana persisnya, sejarah dapat menjadikan kita bijaksana dan “pintar” ketika sejauh ini yang diingat oleh para peserta didik hanyalah tahun-tahun dan nama-nama? Bagaimana idealnya sejarah mesti diajarkan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Prof Wasino (Sejarawan dari Universitas Negeri Semarang (UNNES)); Agus Mulyana (Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI)); dan Sumardiansyah Perdana Kusuma (Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI)). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: