Semarang, Idola 92.6 FM – Badan Pusat Statistik (BPS) merilis penurunan indeks demokrasi Indonesia pada tingkat nasional dari 73,04 pada tahun 2014 menjadi 72,82 pada tahun 2015. Indeks dipengaruhi variable tertentu.
Dalam standar pengukuran yang disusun BPS, indeks demokrasi dikatakan baik jika berada diatas angka 80, sedang diangka 60-80, dan buruk apabila dibawah 60.
Indeks Demokrasi Diukur Melalui 3 Aspek
Listen to 2016-08-08 Topik Idola – Narasumber Musdah Mulia byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2016-08-08 Topik Idola – Narasumber Musdah Mulia byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Anggota Tim Ahli Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Musdah Mulia dalam Panggung Civil Society Radio Idola, Senin (8/8) menyatakan, indeks demokrasi Indonesia diukur melalui 3 aspek.
Yakni kebebasan sipil yang terdiri dari empat variable kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, dan kebebasan dari diskriminasi. Kedua, terkait dengan hak-hak politik yang di dalamnya ada 2 variabel yakni hak memilih dan dipilih, serta partisipasi politik warga dalam pengambilan keputusan dan pengawasan.
“Aspek yang ketiga ini menyangkut lembaga-lembaga demokrasi. Didalamnya ada indikator variable tentang pemilu yang bebas dan adil, peran DPRD, Partai Politik, Birokrasi Pemerintah Daerah dan Peran Peradilan yang Independent,” jelas Musdah.
Menurut Musdah, sejumlah variabel itu mengalami penurunan. Dilihat dari dalam kebebasan sipil yang menurun ialah kebebasan berpendapat. Dimana kebebasan perpendapat selalu terkait dengan kegiatan pemilhan umum kepala daerah.
“Jadi dimana ada pemilu-kada, baik tingkat kabupaten atau provinsi pasti banyak kasus terkait kebebasan berpendapat. Masyarakat belum bisa menerima kalau berbeda pandangan politik karena belum melek politik,” terusnya.
Musdah memberi catatan khusus, masyarakat saat ini masih belum bisa menerima perbedaan dalam bidang politik sehingga setiap kali ada pemilu-kada selalu muncul kasus kekerasan oleh masyarakat.
“Jadi setiap daerah penyelenggara pemilu-kada, bisa diduga wilayah tersebut memiliki banyak kasus. Kebebasan berpendapat itu ancaman kekerasan akan membuat indeks demokrasi merosot,” lanjutnya.
Pihaknya mengungkapkan, hal-hal lain yang banyak membuat indeks demokrasi menurun yakni peran DPRD karena masih belum melakukan perannya secara optimal.
“DPRD seakan tidak berperan sama sekali. Misalnya dalam perda itu kebanyakan eksekutif yang merancang kemudian disetujui DPRD. Sementara DPRD hanya tanda tangan (stempel, red) perda saja. Nah itu yang kita dorong, kok gak ada perda yang dibuat sendiri oleh DPRD,” terangnya.
Selama Konflik Sosial Masih Ada, Indeks Demokrasi Akan Menurun
Listen to 2016-08-08 Topik Idola – Narasumber Syamsuddin Haris byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Listen to 2016-08-08 Topik Idola – Narasumber Syamsuddin Haris byRadio Idola Semarang on hearthis.at
Sementara itu, peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Syamsuddin Haris mengakui penurunan indeks demokrasi itu. Dia menilai, selama tingkat konflik sosial yang berbasis isu-isu agama, keyakinan, dan kepercayaan masih tinggi maka selama itu pula indeks demokrasi khususnya di bidang itu tak akan membaik.
“Kualitas kinerja lembaga demokrasi memang tidak membaik khususnya partai politik, lembaga legislatif,” katanya.
Syamsuddin berkata, poin penting mengenai hal itu ialah bagaimana negara bisa menegakkan kebebasan berkeyakinan, dan kebebasan beragama. Sebab hal itu merupakan amanat konstitusi dan tugas negara adalah mengawalnya.
“Melalui aparat keamanan yang tidak pandang bulu untuk mengawal, jangan sampai alas an HAM membiarkan ketegangan konflik terjadi,” seru Syamsudin.
Dia mengungkapkan, implikasi dari merosotnya indeks demokrasi adalah ini akan menjadi alasan bagi kekuatan-kekuatan anti-demokrasi untuk mengambil alih.
“Ketimbang demokrasi tidak berjalan, mending system pemerintahan kembali secara otoriter. Sangat sayang apabila konstitusi demokrasi yang diamanatkan (bapak-bapak kita, red) tentang demokrasi yang sudah berjalan tidak berarti,”
Prof Syamsuddin menambahkan, kondisi demokrasi Indonesia saat ini sebetulnya normal. Konteks hubungan antar agama relatif baik ketimbang negara lain. Akan tetapi, tak boleh berpuas diri sebab tantangannya adalah bagaimana keanekaragaman dan kemajemukan itu menjadi modal dan aset kebangsaan bukan ancaman. (Heri CS)