Semarang, Idola 92.6 FM – Upaya menghasilkan guru profesional tidak mudah, butuh upaya terintegrasi dan berkelanjutan. Di era revolusi industry 4.0, guru dituntut lebih, tidak hanya untuk mengelola kelas namun juga terampil menggunakan media pembelajaran. Profesi guru tak cukup hanya dengan modal pendidikan sarjana.
Karena itu, para guru dituntut untuk terus menambah kompetensi, salah satunya dengan meningkatkan kualifikasi pendidikan. Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menuntut guru sebagai profesi tak hanya cukup dengan pendidikan sarjana. Guru juga harus memiliki sertifikat pendidik yang didapat melalui pendidikan profesi guru (PPG).
Namun, berdasarkan program Research on Improving System of Education (RISE) di Indonesia-SMERU Research Institute justru memperlihatkan kualitas lulusan PPG pra-jabatan tak berbeda dengan guru lulusan S1-pendidikan. Hasilnya, tes pengetahuan konten dan aspek pedagogi guru PPG lebih tinggi dari non-PPG. Namun, nilai tes siswa yang diajar guru PPG dan non-PPG ternyata tidak berbeda signifikan.
Lalu, bagaimana mencetak guru profesional yang ideal—mengingat adanya program PPG ternyata belum terbukti efektif berdampak signifikan? Apa evaluasinya? Terobosan apa yang mesti dilakukan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Asri Yusrina (Peneliti program RISE di Indonesia-SMERU Research Institute); Mohammad Abduh Zein (Pemerhati dan Praktisi Pendidikan); dan Satriwan Salim (Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)). (her/ yes/ao)
Dengarkan podcast diskusinya: