Semarang, Idola 92.6 FM – Gelombang aksi, advokasi, hingga protes turun ke jalan dilakukan segenap elemen mulai dari pegiat antikorupsi, akademisi, hingga mahasiswa menyikapi pemberhentian 57 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Namun, hingga batas terakhir 30 September lalu, harapan satu-satunya yakni Presiden Joko Widodo pun tetap bergeming. Presiden tak bersikap. Drama pemberhentian pegawai KPK menyisakan kepiluan di tengah compang campingnya wajah pemberantasan korupsi kita dalam beberapa tahun terakhir pasca revisi Undang-Undang KPK.
Meski demikian, KPK dibawah Pimpinan Firli Bahuri mengklaim berbagai aksi protes terhadap KPK tidak mengganggu fokus lembaga antirasuah itu memberantas korupsi di Tanah Air. Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, menanggapi aksi unjuk rasa mahasiswa di berbagai daerah beberapa hari lalu.
Beberapa pekan terakhir, KPK juga menangkap sejumlah kepala daerah yang diduga melakukan korupsi. Terakhir, KPK menangkap dan menahan mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang diduga memberi suap pengurusan perkara korupsi dana alokasi khusus di Lampung Tengah.
Dan, yang membuat publik terhenyak, Azis Syamsuddin disinyalir mempunyai delapan orang kenalan di KPK. ‘Orang dalam’ ini diduga bisa digerakkan Azis membantu penanganan sebuah perkara. Hal itu terkuak dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Sekretaris Daerah Tanjungbalai Yusmada yang dibacakan jaksa dalam persidangan dengan terdakwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin kemarin.
Lantas, apa kabar KPK pasca pemberhentian 57 pegawai yang tidak lolos TWK? Ketika ukuran pemberantasan korupsi adalah: otaknya ditangkap serta dipenjarakan; dan duit negara diselamatkan, masihkah penangkapan yang belakangan dilakukan KPK berujung pada 2 hal itu?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Muhammad Fauzan (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto/ Dekan Fakultas Hukum Unsoed); Wawan Sujatmiko (Manager Departemen Penelitian Transparency International Indonesia (TII)); dan Abdul Fickar Hadjar (Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Jakarta). (her/ yes/ ao)
Dengarkan podcast diskusinya: