Semarang, Idola 92.6 FM – Pernyataan Bupati Banjarnegara non aktif-Budhi Sarwono tentang gaji bupati kecil kembali ramai/ usai ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Di awal ia menjabat, Budhi mengeluhkan gaji dan tunjangan bupati yang hanya sekitar Rp5,9 juta.
“Kalau tadinya saya tahu gajinya segini jadi bupati, saya nggak nyalon. Demi Allah saya nggak nyalon. Ngertinya saya antara Rp200 juta-Rp150 juta,” Kata Budhi Sarwono kala itu.
Dalam wawancara tersebut, Budhi juga sempat menyinggung kemungkinan kepala daerah korupsi akibat gaji yang terlampau kecil itu.
“Pasti, harus itu. Bukan potensi. Harus korupsi [… ] lama-lama kan jadi mikir. Kita punya partai, kita punya tim sukses, kita punya konstituen. Benar gak mas? Semua harus dirawat,” kata Budhi dalam wawancara tersebut.
Lalu, hampir satu tahun kemudian, tepatnya pada Jumat 3 September lalu, Budhi seolah seperti termakan ucapannya sendiri. Ternyata, ia melakukan apa yang pernah dikeluhkannya di awal menjabat Bupati. Budi dicekal KPK atas dugaan korupsi.
Lembaga antirasuah menduga Budhi telah melakukan korupsi dengan cara meminta komitmen “fee” proyek sebesar 10 persen setelah menaikkan harga perkiraan sendiri proyek pekerjaan di Banjarnegara sebesar 20 persen. KPK memperkirakan, Budhi meraup uang korupsi hingga Rp2,1 miliar.
Tertangkapnya Budhi Sarwono menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat rasuah. Beberapa hari sebelumnya, kita masih ingat, KPK juga menangkap Bupati Probolinggo-Puput Tantriana Sari dalam kasus jual beli jabatan.
Hingga Februari 2021, KPK telah menetapkan 126 kepala daerah sebagai tersangka yang terdiri dari 110 bupati/wali kota dan wakilnya serta 16 gubernur. Angka tersebut belum termasuk kasus Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah yang jadi tersangka pada 28 Februari 2021 serta kasus setelahnya.
Lantas, menyorot daftar panjang kepala daerah terjerat korupsi: benarkah karena gaji rendah? Atau karena mahar yang tinggi? Mengusut penyebabnya: apakah sistem pengawasan, gaji rendah, atau mahar politik yang tinggi?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Julius Ibrani (Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi) dan Azmi Syahputra (Dosen hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta/ Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (ALPHA)). (her/ yes/ ao)
Dengarkan podcast diskusinya: