Semarang, Idola 92.6 FM – Saat mengumumkan perpanjangan PPKM level 4 lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan, pemerintah dan masyarakat menghadapi ancaman kesehatan dari Covid-19 dan ancaman ekonomi. Maka gas dan rem diatur sesuai perkembangan kasus. Pemerintah tidak bisa membuat kebijakan dalam durasi panjang tetapi dalam durasi yang pendek.
Saat ini pun, muncul dua narasi. Kalangan juru wabah masih tetap mendesak agar PPKM dilanjutkan. Sebab, kasus Covid-19 belum sepenuhnya mampu dikendalikan. Bahkan, ada ancaman “pingpong effect”, lonjakan kasus akan terjadi di luar Jawa-Bali. Di sisi lain, sejumlah kalangan juga menyoroti efektivitas PPKM. Hal itu salah satunya, dilihat dari masih seringnya Tenaga Kerja Asing masuk Indonesia di tengah pelaksanaan PPKM.
Sementara narasi lain, muncul dari mereka yang tak dapat pemasukan akibat PPKM. Dari aspek ekonomi, kita melihat, sektor pariwisata seolah sudah “babak lebur” selama hampir satu setengah tahun pandemi. Banyak obyek wisata yang bertumbangan dan berguguran secara berantai. Salah satunya tempat wisata seperti taman rekreasi maupun water boom. Ibaratnya, bendera kuning tak hanya banyak dijumpai di sudut-sudut permukiman akibat Covid-19 namun bendera kuning juga banyak dijumpai di sektor wisata.
Lantas, manakala muncul dua narasi yang berseberangan secara diametral; salah satu narasi berasal dari para juru wabah, yang mendesak agar PPKM dilanjutkan. Sementara narasi lain, muncul dari mereka yang tak dapat pemasukan akibat PPKM.
Maka, bagaimana menyinkronkan kedua kepentingan itu, tanpa mengganggu aspek kesehatan? Mengevaluasi PPKM dan melihat tren kasus Covid-19, ke depan, masihkah kita perlu menginjak rem dalam-dalam? Atau sebaliknya, mulai menginjak gas secara perlahan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Laura Navika Yamani, S.Si., M.Si., Ph.D ( Epidemilog Universitas Airlangga Surabaya); Adhi S Lukman (Pengusaha/ Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI)); dan Hendrar Prihadi (Wali Kota Semarang). (her/ yes/ ao)
Dengarkan podcast diskusinya: