Memetik Pelajaran dari Isu yang Membelah Partai Demokrat

Bagaimana Duduk Perkara Sebenarnya?

Partai Demokrat

Semarang, Idola 92.6 FM – Pertikaian berbuntut perpecahan di Partai Demokrat memasuki babak baru. Setelah istilah “kudeta” sempat memicu konflik internal partai, pasca-Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara 5 Maret lalu, Partai Demokrat pun terbelah dalam dualisme. Satu kubu dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). satunya lagi di pimpin Moeldoko yang juga Kepala Staf Kepresidenan.

Pertikaian yang terjadi di Partai Demokrat ini bukan hanya menimbulkan kegaduhan di dunia nyata, melainkan juga di dunia maya. Mesin pencari Google membuktikan sejak 3 Maret, kata “KLB Partai Demokrat” banyak dicari dan trennya meningkat bahkan hampir menyusul kata “Covid-19” yang saat ini tengah berusaha kita kendalikan.

Agus Harimurti Yudhoyono
Agus Harimurti Yudhoyono. (ANTARA)

Maka, merefleksi kisruh dualisme Partai Demokrat ini, lalu pelajaran apa yang bisa kita petik untuk membangun demokrasi yang lebih baik di masa depan? Benarkah yang disampaikan kubu KLB bahwa penyelenggaraan KLB harus se-izin Majelis Tinggi Partai yang berarti aspirasi seluruh pemegang suara, bisa di-veto oleh satu orang? Bukankah ini menunjukkan praktik yang tidak demokratis?

AHY-Moeldoko
Agus Harimurti Yudhoyono – Moeldoko. (Ilustrasi: Merdeka.com)

Lalu di sisi lain, bagaimana mungkin pihak eksternal tiba-tiba bisa meraih jabatan tertinggi sebagai Ketua Umum partai. Bukankah ini justru bisa mengancam proses konsolidasi demokrasi? Lalu, bagaimana memahami inti kasus ini, demi pemahaman dan peningkatan literasi politik kita?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Andi Mallarangeng (Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD); Marzuki Alie (Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat periode 2021-2025 versi kongres luar biasa (KLB)); dan Feri Amsari (Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSakO)/ Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang). (her/ andi odang)

Dengarkan podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News