Semarang, Idola 92,6 FM-Program relaksasi atau restrukturisasi kredit perbankan yang diberikan selama pandemi, menjadi jalan meningkatnya risiko kredit macet. Kantor Regional III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Tengah-Yogyakarta menyebutkan, saat ini angka Non Performing Loan (NPL) sudah mencapai 4,9 persen.
Kepala Kanreg III OJK Jateng-DIY Aman Santosa mengatakan NPL perbankan dan rasio pembiayaan bermasalah, menghantui dari program relaksasi restrukturisasi kredit masyarakat. Sehingga, pihaknya terus melakukan pengawasan untuk mendeteksi risiko dan mitigasi terus meningkatnya angka kredit macet.
Aman menjelaskan meskipun kredit macetnya cukup tinggi, tetapi perbankan masih memiliki likuiditas yang cukup. Oleh karena itu, perbankan yang memberikan relaksasi kredit harus membuat cadangan dana.
Menurutnya, dengan cadangan dana yang dipersiapkan perbankan ini bisa menjaga kestabilan likuiditas perbankan.
“NPL perbankan ini akan menjadi tertekan. Kalau di Jawa Tengah itu sendiri NPL-nya sudah cukup tinggi, yaitu 4,9 persen. Tapi ini tentunya masih di bawah threshold yang lima persen. Ini memang suatu risiko yang harus kita terima, karena memang semua usaha itu mengalami perlambatan. Namun demikian, supaya nantinya tidak terjadi lonjakan yang dadakan di akhir berakhirnya relaksasi kredit ini kita akan minta bank untuk membentuk cadangan secara bertahap,” kata Aman, kemarin.
Lebih lanjut Aman menjelaskan, OJK RI dalam waktu dekat akan mengeluarkan peraturan OJK sebagai revisi dari POJK Nomor 11 Tahun 2020. Yakni, pada tahun depan tidak semua nasabah mendapat fasilitas relaksasi.
“Perbankan akan melakukan seleksi pada calon nasabahnya, sehingga tidak semuanya mendapat relaksasi restrukturisasi. Harapannya, langkah ini juga bisa menahan NPL di 2021 mendatang,” pungkasnya. (Bud)