Semarang, Idola 92,6 FM – Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) menyebutkan, dalam penanganan penyebaran virus Korona di pondok pesantren, maka perlu ada pelibatan dari santri untuk ikut menanganinya. Sehingga, pondok pesantren juga harus dilibatkan dan jangan dijadikan sebagai obyek.
Sekretaris RMI Kiai Haji Abu Choir mengatakan pondok pesantren memiliki budaya sendiri, dan perlu ada pelibatan dari pesantren dalam menangani klaster COVID-19. Menurutnya, jumlah pasien yang terpapar COVID-19 seperti gunung es. Sebab, pesantren cenderung tertutup.
Abu Choir menjelaskan untuk penanganan pandemi dan terjadi klaster di pesantren, maka para santri harus dilibatkan sesuai dengan budayanya.
“Agar dalam penanganan COVID-19 di pondok pesantren itu, menjamin dua aspek. Keduanya kami minta, agar komprehensif dan keterpaduan dari seluruh stakeholder yang ada. Jangan di satu pihak saja, tapi juga melibatkan unsur pesantren,” kata Abu Choir, kemarin.
Sementara perwakilan Satgas COVID-19 Jateng Budi Laksono menambahkan, di dalam menangani klaster pesantren di provinsi ini diibaratkan berburu ayam di kandang. Sebab, jumlah orang yang terpapar COVID-19 di luar pesantren juga cukup banyak.
Menurutnya, pada masa pandemi ini menjadi tantangan untuk mencegahnya.
“Oleh karena itu, ini menjadi tantang kita bersama untuk berusaha mencegahnya. Tetapi harus dipahami, bahwa ini adalah wabah. Semua orang bisa potensi kena, sehingga tidak perlu kita stigmatisasi atau yang lain-lain,” ujar Budi.
Lebih lanjut Budi menjelaskan, pandemi yang hampir serupa juga pernah terjadi pada 1920 silam di Indonesia. Yakni wabah Flu Spanyol, dan menimbulkan 1,5 juta penduduk meninggal dunia sesuai data dari pemerintah Hindia Belanda saat itu. (Bud)