Semarang, Idola 92,6 FM – Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Tengah mengaku keberatan, dengan adanya aturan baru soal batasan residu kopi yang dikeluarkan Uni Eropa. Apabila aturan itu tetap diberlakukan, maka kopi-kopi dari Indonesia tidak laku di pasar Uni Eropa.
Wakil Ketua AEKI Jateng Moelyono mengatakan sebenarnya aturan tentang batasan maksimal residu kopi, sudah dikeluarkan sejak 2018 dan diundangkan pada 2019. Namun, akan diberlakukan secara menyeluruh di Uni Eropa pada 13 November 2020 mendatang.
Moelyono menjelaskan, dengan aturan baru itu mengharuskan batasan residu kopi adalah 0,01 miligram per kilogram. Padahal, kopi Indonesia residunya mencapai 0,05 miligram per kilogram.
Menurutnya, di dalam negeri belum tersedia laboratorium yang mampu melakukan pengujian untuk residu kopi maksimal 0,01 miligram per kilogram.
“Ada isu masalah maximum residu limit, yang akan diterapkan Uni Eropa pada 13 November. Ketentuan ini akan semakin memberatkan untuk ekspor-ekspor kopi Indonesia ke Eropa. Padahal, Eropa itu merupakan salah satu pasar terbesar kopi Indonesia. Jadi, 60 persen kopi Indonesia itu ekspor ke Eropa. Yang seperti ini akan semakin menekan kopi Indonesia. Kenapa? Karena kita belum siap melakukan pengujian itu,” kata Moelyono, kemarin.
Lebih lanjut Moelyono menjelaskan, saat ini beberapa negara penghasil kopi terbesar di dunia sudah mampu mengadopsi aturan dari Uni Eropa tersebut. Yakni Brazil, Kolumbia dan Vietnam. Oleh karena itu, pemerintah harus peduli dan tanggap dengan persoalan tersebut agar tidak merugikan petani kopi Indonesia.
“Pada sentra-sentra perkebunan kopi, disediakan alat yang bisa menguji sesuai dengan standar Uni Eropa. Karena, kalau masalah ini tidak segera diperhatikan akan hancur kopi Indonesia,” pungkasnya. (Bud)