Ketika PSBB diterapkan, tetapi mudik tidak dilarang, lalu bagaimana cara menghambat penyebaran COVID-19?

Ilustrasi Mudik

Semarang, Idola 92.6 FM – Keputusan Presiden Joko Widodo tidak melarang mudik Lebaran 2020 di tengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuai kritik sejumlah pihak. Karena kebijakan itu dianggap sebagai sikap tak tegas pemerintah dalam menangani pandemi corona. Menganjurkan orang ramai tak pulang kampung tapi tak memberlakukan pelarangan―dinilai sikap mendua, takut salah, dan tak berani mengambil risiko.

Bagi orang kecil, selain didorong tradisi tahunan, mudik barangkali akan memberikan rasa aman. Karena bagi mereka, hidup di kampung lebih baik ketimbang bertahan di Ibu Kota pada masa yang sulit ini. Tetapi kita tahu, bahwa mudik Lebaran bisa memperburuk keadaan karena berpotensi menimbulkan ledakan jumlah penderita baru. Anjuran pemerintah agar pemudik mengisolasi diri selama 14 hari setiba di kampung juga sesuatu yang sulit diawasi pelaksanaannya, sehingga sangat mungkin tidak dipatuhi.

Selain itu, kebijakan tak melarang mudik―juga bertolak belakang dengan esensi dari Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB. Tradisi tahunan mudik tentunya selalu diwarnai kerumunan, antrean, kemacetan, dan interaksi sosial yang besar. Melihat data pemerintah, tahun lalu setidaknya 23 juta orang pulang kampung. Umumnya berasal dari Jakarta yang kini menjadi episentrum penyebaran corona.

Lantas, ketika kebijakan PSBB yang ditetapkan tanpa larangan mudik―dianggap bersikap “mendua”, maka apa sebetulnya pertimbangan di baliknya? Benarkah soal ekonomi adalah faktor yang lebih diutamakan? Lalu, bagaimana cara efektif untuk menahan eskalasi penularan Covid-19, pada saat orang mulai mudik nanti? Serta apa antisipasi yang mesti disiapkan di tengah kebijakan ini?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan: Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Jakarta dr Pandu Riono, MPH, PhD dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Heri CS).

Berikut podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News