Semarang, Idola 92,6 FM – Rumah subsidi menjadi incaran bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), untuk bisa memeroleh tempat tinggal yang layak. Namun, karena kuotanya terbatas membuat stok rumah subsidi cepat habis.
Wakil Ketua Bidang Rumah Sederhana DPD Real Estat Indonesia (REI) Jawa Tengah Andi Kurniawan mengatakan habisnya kuota atau stok rumah subsidi itu, karena pengembang perumahan sederhana tidak mempunyai dana lewat pembiayaan perbankan untuk membangun rumah. Hal itu terjadi, karena perbankan membatasi akses kredit bagi pengembang rumah subsidi untuk memulai proyek.
Andi menjelaskan, banyak pengembang rumah sederhana yang mengeluh tidak mendapat dana kredit dari perbankan. Padahal, para pengembang itu sudah memiliki lahan untuk dibuka perumahan bagi MBR.
“Bank terkesan pilih kasih, terhadap pembiayaan pembangunan rumah bersubsidi. Karena sekarang, yang menjadi konsentrasi bank itu adalah pemberian kredit pembangunan untuk proyek-proyek yang sudah masa lalu berjalan. Sedangkan untuk proyek-proyek baru ini, banyak pengembang rumah subsidi dapat penolakan. Ini sebenarnya menjadi tidak sehat untuk program rumah sederhana, karena menurut saya bank tetap mengkaji. Kalau misal proyek yang lalu ada kendala, semestinya proyek baru tetap diback up juga,” kata Andi, Kamis (20/2).
Lebih lanjut Andi menjelaskan, kondisi ini juga akhirnya berimbas pada angka back log ketersediaan rumah di Jateng. Sehingga, antara permintaan rumah subsidi dengan stok rumah tidak bisa seimbang.
“Ini kita sepertinya perlu duduk bersama dengan perbankan, yang memang konsentrasinya di pembiayaan perumahan. Karena, hal ini tidak bisa dibiarkan terus-terusan terjadi,” jelasnya.
Sementara itu, sesuai aturan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat harga jual rumah subsidi untuk wilayah Jawa kecuali Jabodetabek sebesar Rp150.500.000. Secara nasional, pemerintah pusat menargetkan pembangunan 102.500 unit rumah subsidi. (Bud)